Oleh: Syarif Andalas (Kelas IV C)
Diantara ribuan cermin konsep kehidupan dan kebijakan yang pernah didawuhkan oleh Sayyidina Ali salah satunya yang selalu teringat oleh saya “dosa terbesar adalah rasa takut”. Dengan itu , Sayyidina Ali seakan hendak mengatakan, karena takutlah segala tindakan dosa atau kemaksiatan terjadi . sebab orang hanya boleh takut (bertaqwa) kepada Allah SWT. Yakni selalu sadar bahwa dirinya selalu dipantau Allah sehingga ‘takut’ berbuat dosa parallel dengan itu, Sayyidina Ali mengatakan bahwa keberanian terbesar adalah sabardan modal terbesara adalah percaya diri.
Akhir akhir ini para pemimpin politik di Negara kita sudah banyak yang mencederai petuah Sayyidina Ali yaitu “takut”, takut miskin , takut tidak berkuasa, takut dipecat,takut tidak dipilih dalam pemilu, serta takut membongkar kasus korupsi yang berkaitan dengan pejabat-pejabat tinggi Negara atau partai penguasa.
Karena itu, sungguh jelas praktik kepemimpinan politik di negeri ini sudah sangat jauh dari nilai-nilai idealisme yang sudah digariskan Nabi Muhammad SAW. Akibatnya kondisi politik nasional berjalan dengan situasi saling menyalahkan menyandera keburukan masing-masing. Kasus century, mafia pajak, skandal suap sebagai contohnya pemilihan kepala daerah , pemilihan Deputi Gubernur senior Bank Indonesia dan kasus wisma atlet yang dijadikan ajang tawar-menawar politik.
Imbasnya, penegak hukum hanya jalan di tempat dan pengabdian politik hanyalah pengabdian kepada kekuasaan kepuasan nafsu dunia semata. Mereka saling berebut kekuasaan tanpa sedikitpun memikirkan amanah yang diberikan rakyat. Para pemimpin saat ini beranggapan ,bahwa pertanggung jawaban kepemimpinan mereka hanya formalitas dan di lakukan di dunia tanpa terikat dengan aspek moral transentral
Padahal jika mereka memahami filosofi kepemimpinan maka mereka bisa meniru akhlaq Sayidina Umar dan Sayidina Aly dalam memimpin, yang menyambangi rakyatnya dengan tulus dan substantif.
Tanpa prestasi pencitraan diri yang hanya menyebarkan retorika yang jauh dengan nilai-nilai idealisme kepemimpinan politik yang telah di teladankan dengan jelas oleh Nabi MUHAMAD SAW dan para sahabatnya.
Kesimpulannya, para pemimpin politik kita telah menciderai petuah Sayidina Ali bahwa dosa terbesar adalah rasa takut, yaitu takut miskin , takut tidak berkuasa lagi , takut di pecat serta takut membongkar kasus korupsi yang berkaitan dengan petinggi-petinggi Negri ini muapun partai penguasa.
Memang saat ini bisa di katakan mustahil ada pemimpin yang menyamai derajad kemuliaanya ahklaq Rosulalloh dan para sahabatnya. Tapi, tidak berartri kita para santri tidak bisa mendekati atau meniru akhlaq Nabi dan para sahabtnya. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban kita sebagai seorang santri, yang setiap harinya mempelajari dan mendalami sunnah-sunnah Nabi Muhammad SAW. Untuk selalu tetap berdiri meneruskan perjuangan beliau dalam keadaan apapun, dimana pun dan menjadi apapun. Sebab, santri di zaman serba aneh ini dituntut tidak hanya pintar membaca kitab, membaa tahlil memimpin do’a dan memakai sarung setiap hari. Tapi santri di zaman sekarang dituntut untuk bisa berdiri diatas segala golongan tanpa menghilangkan jiwa sejatinya seorang santri.
Jadi, tindakan kita ini bukanlah upaya untuk membangun pencitraan diri melainkan semata-mata menjalankann kewajiban kita sebagai juru bicara Tuhan yang dilandasi semangat kasih sayang dan toleransi. Untuk menjadi pemimpin yang adil, ikhlas, berani, dan mendahulukan kepentingan umat diatas kepentingannya pribadi. Oleh karena itu, pemimpin yang pintar mengatur Negara sudah banyak di negeri kita. Tapi pemimpin y ang bisa mengatur Negara dan hatinya agar tidak gila jabatan, gila harta, dan gila pengaruh, melainkan murni mengabdikan diri untuk masyarakat bisa dibilang sangat jarang di negeri kita.
Sungguh sebuah fenomena yang sangat menyedihkan Na’udzhubillah. Dengan tulisan yang sangat ringan ini, saya mengajak kepada semua teman-teman santri untuk selalu memperjuangkan agama Allah dimanapun berada. Dan marilah kita bersama-sama membangun Negara kita tercinta ini dengan akhlaq Rasulullah SAW dan para sahabatnya.. karena kalau bukan kita, siapa lagi?