(Hasil wawancara Bulletin Kharisma dengan Ir. Iqbal Sullam)
Islam sejatinya adalah agama yang memberikan keamanan, kenyamanan, ketenangan dan ketenteraman bagi semua makhluknya. Islam juga menjadi lambang keindahan yang didalamnya memberikan ajaran-ajaran kebajikan yang terangkum apik dalam tatanan akhlak sebagai modal dalam menjalani kehidupan untuk mendapat ridho Ilahi. Dan semua itu sesuai dengan Ayat Al-Qur’an yang berbunyi (wa ma arsalnaka illa rahmatan lil alamin) Q.S 21:107. ‘Tiadalah kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat untuk seluruh alam’.
Ayat tersebut menjadi dalil kuat bahwa tujuan Islam bukanlah menjadi penguasa diantara agam lain, dengan segala cara yang ditempuh. Melainkan, di dalam Islam Tidak ada satupun ajaran yang mengajarkan kepada umatnya untuk membenci dan melukai makhluk lain. Kalaupun ada, itu adalah bagian kecil dari salah satu upaya pemecahan masalah yang dilakukan umatnya dan bukan ajarannya. Tujuan utama Islam adalah menjadi Rahmat bagi seluruh alam.
Tak bisa dipungkiri, dalam perjalannya sebagai Agent of Peace In the World, Islam mengalami pergolakan yang luar biasa. Terutama dari intren Islam sendiri, keberagaman pemikiran yang diberikan Tuhan kepada Makhluknya terutama umat Islam, semakin memperindah Khazanah pemikiran dalam beragama. Disisi lain keberagaman tersebut tidak bisa diterima oleh beberapa pemeluknya dan dianggap sebagai penistaan Agama. Sehingga bermunculan kosakata baru, Islam garis keras (Radikal), Islam Sesat, Islam Kejawen, Islam Bid’ah, bahkan ada yang lebih extream lagi dengan mengatakan Islam kafir.
Timbulnya sekte-sekte tersebut, -menurut beberapa pengamat agama- karena perbedaan dalam menerjemahkan makna yang terkandung pada ajaran Islam yang di symbolkan oleh Al-Qur’an dan Hadist. Selain itu, keberagaman tersebut juga timbul karena tempat dan keadaannya, seperti : daerah yang terjadi peperangan, daerah yang sangat kental dengan budaya dan di wilayah metropolitan yang majmuk, sehingga harus bisa menselaraskan bagaimana harus mempertemukan ketundukan pada nilai Agama dengan kebutuhan hidup modern ini . Sebagai penyesuaiannya, Islam dituntut untuk bisa mengayomi umatnya dalam semua aspek keadaan tersebut.
Jika dijabarkan semua, mungkin akan menjadi buku yang tebalnya sama dengan bantal yang menemani tidur kita. Tapi Dalam tulisan ini, kami ingin menganalisa Islam dengan spesifikasi RADIKALISME. Hasil wawancara kami dengan Ir. Iqbal Sullam. SekJend PBNU. Mungkin sudah tidak asing lagi, kata RADIKALISME terdengar ditelinga, terbaca di mata, tercium di otak hidung, hingga terasa di tubuh kita dampak dari gerakan Islam Radikal.
Lebih rincinya lagi, Dalam tulisan ini kami mencoba lebih melakukan pendekatan dengan membahas Islam Radikal yang tumbuh di wilayah Pesantren. Pendekatan yang memang sangat dekat, karena posisi kami sebagai seorang santri yang sedang menimba ilmu di Pesantren. Dengan harapan tulisan ini bisa menjadi bahan baru sebagai benteng pola berfikir santri dalam hidup beragama.
Dalam konteks Agama, Istilah radikalisme berasal dari bahasa latin radix, yang artinya akar, pangkal dan bagian bawah. sedangkan secara terminologi Radikalisme adalah aliran atau faham yang radikal terhadap tatanan Agama, paham atau aliran yang menuntut perubahan terhadap tatanan Agama secara keras. Faham seperti inilah yang mulai menggeliat dan semakin gencar menyuarakan ajaran Islam yang mereka anggap benar. Mereka berdalih, pemerintah sudah tidak sanggup lagi menata akhlak rakyatnya, pemerintah hanya sibuk menata menejemen untuk korupsi sebesar-besarnya.
Hingga mereka berfikir harus terjun langsung dilapangan dengan tetap memakai pakain ibadahnya yang suci sebagai tanda ‘Kami adalah PARA PEMBELA TUHAN ’. Peralatan pun telah lengkap ditangan, mulai dari batu, rotan kayu bahkan secara diam-diam ada yang membawa parang atau celurit, bak pasukan berkuda dalam game Empires III mereka menyuarakan aspirasinya dengan mengatasnamakan inilah salah satu bentuk Nilai agama Islam yang luhur. Di pihak lain, Nahdlotul ‘Ulama sebagai ORMAS yang sangat getol menolak semua bentuk kekerasan yang mengatasnamakan Islam lebih memilih mensyiarkan agama dengan cara dakwah dan penerapan nilai-nilai agama melalui pendidikan.
Nahdlotul ‘Ulama sejak awal berdiri tahun 1926 oleh tiga serangkai, Hadrotus Syeikh KH. Hasyim ‘Asy’ari, KH. Wahab Habullah dan KH. Bisri Samsuri telah mengukuhkan bahwa Pondok Pesantren adalah tempat yang sangat ideal untuk membentuk generasi Islam yang sesuai dengan nilai-nilai ajarannya dan sebagai jawaban dari semua permasalahan akhlak yang semakin terkikis. Jika kita melihat ke belakang, perkembangan Islam di Indonesia pasca di sebarkan oleh para wali ke depannya mengalami kemunduran, dalam hal hidup berdampingan dengan penuh kebersamaan ditengah-tengah perbedaan.
Namun kini kewaspadaan harus lebih di perpeka, ‘geliat gerakan Islam radikal mulai mecoba memasuki wilayah pesanten dengan berbagai cara, mulai dari pendekatan persuasive hingga seminar-seminar yang dibungkus apik untuk menarik para santri yang kedepannya akan di kader’. Terang Ir. Iqbal Sullam saat kami ajukan pertanyaan di ruang pribadi beliau.
Lebih lanjut, beliau juga berkata banyak sekali penyebab timbulnya Pola berfikir radikal dalam wilayah pesantren. Ir.Iqbal juga menambahkan, peninjauan lebih dekatnya lagi ‘gaya berfikir radikal bisa timbul dikalangan santri, berawal dari beberapa kelompok santri yang membentuk komunitas sendiri. Bahkan biasanya, dari kalangan santri yg termsuk cerdas(diatas rata-rata)’. Hal ini timbul karena santri lebih suka kegiatan-kegiatan diluar pondok, akhirnya mereka membentuk komunitas sendiri sebagai wadah pemikiran-pemikiran bebas tanpa ada batas, kesalahannya mereka belum memiliki dasar Ilmu agama yg utuh. Itulah salah satu factor gaya berfikir islam radikal yang timbul dikalangan santri.
Sedikit sample tersebut, bisa dijadikan sebagai acuan dan bahan pertimbangan bagi para pendidik agama yang berada di wilayah pesantren untuk lebih memperhatikan perkembangan santrinya terutama dalam pembentukan pola berfikir dan penataan akidah ASWAJA An-Nahdliyah sebagai benteng dari ajaran Islam Radikal. Jika boleh meminjam istilah Bapak Iqbal, ‘skala global itu sama dengan skala kecil. Jika ditinjau dari skala kecil sperti itu, maka skala global juga tidak jauh berbeda’. Maka dalam hal ini Pondok Pesantren semakin terlihat perananya untuk bisa membentuk generasi muda Nahdliyyin yang berlandaskan Ahlussunah wal Jama’ah dalam masa depannya sebagai gambaran ajaran Islam secara global.
Tugas berat yang di emban oleh Pesantren untuk bisa membentuk generasi muda Nahdliyyin yang ideal mulai tampak pada titik ini. Pesantren harus bisa membentengi santrinya dengan ajaran-ajaran Islam yang benar, karena kelak merekalah yang akan membentuk gambaran dari nilai-nilai Islam yang luhur. Sehingga tidak akan ada lagi istilah ‘PARA PEMBELA TUHAN’, karena kata Gus Dur Tuhan tidak perlu dibela. Tapi yang akan muncul adalah generasi muda Nahdliyyin sebagai lantaran Tuhan dalam membangun Islam yang Rahmatan lil ‘Alamin.
Gambaran yang sangat indah tentang Islam juga di utarakan oleh Ir. Iqbal Sullam, ‘Jika diibaratkan Islam itu seperti taman yang indah. Banyak bunga-bunga yg menghiasi dengan segala macam jenisnya. Ada bunga yang dominan di taman itu, ada juga yang sedikit. Akhirnya kebinekaan bunga itu menjadi susuna taman yg indah. Tapi semua itu tidak terlepas dari bunga yg tumbuh dengan sendirinya dan terkadang menjadi hama. Seketika gambaran taman yang sangat indah itu sudah terbayang diangan-angan crew Kharisma yang waktu itu bertugas mewawancarai Ir. Iqbal Sullam.
Ungkapan Ir. Iqbal Sullam diatas sangat cocok dijadikan sebagai gambaran tentang Islam, keberagaman aliran Islam akan terlihat indah jika semuanya saling melengkapi dan berjalan bersama. Toh Tuhan kita sama, Nabi kita sama, Kitab suci kita sama. Jika memang iya, mungkin akan terbentuk taman surga yang indah di dunia ini yang bisa dirasakan sebagai ‘Rahmatan lil ‘Alamin’. Atau itu hanya mimpi penulis saja….