Budaya baca dan tulis akhir-akhir ini galak didengungkan, terutama oleh para pegiat baca dan tulis. Alasan utamanya, melalui baca dan tulis, kita bisa menyerap pengetahuan, merenungkan dan mengungkapkan apa yang kita renungkan.
Gerakan baca dan tulis ini, dalam beberapa tahun ini diungkapkan dengan istilah literasi, yaitu gerakan sistematis dalam meningkatkan kemampuan membaca, menulis dan memahami informasi dalam berbagai konteks. Hal ini berbeda dengan budaya mendengar, melihat dan bicara, yang karena sifatnya sangat cepat, sehingga kurang memungkinkan mengarungi proses perenungan yang tajam.
Membaca, terutama membaca buku berbeda dengan membaca tulisan di medsos. Dengan membaca buku akan menghasilkan tidak sekedar mendapat informasi, tetapi lebih jauh akan membawa kepada perenungan terkait dengan materi yang dibaca, sehingga bisa membawa ke berfikir kritis.
Berfikir kritis sangat diperlukan terutama dalam membangun masyarakat yang berkebudayaan tinggi. Tanpa pikiran-pikiran kritis, kebudayaan akan mengalami stagnan dan bahkan kemunduran. Jika kebudayaan mengalami kemunduruan, maka akan sangat berpengaruh ke kualitas hidup manusia.
Disamping membaca, untuk mengungkapkan hasil perenungan kita, jalan yang paling baik adalah dengan menuliskan. Melalui tulisan, berbeda hanya dengan orasi, hasil perenungan bisa diungkapkan lebih hati-hati, reflektif dan lebih sempurna.
Dengan menulis kemampuan berfikir kita akan meningkat. Karena dengan menulis kita bisa meningkatkan kemampuan berpikir kritis, analitis, dan kreatif; juga dapat membantu meningkatkan kemampuan komunikasi yang efektif dan jelas dan; bahkan bisa mengurangi dan menghilangkan stres.
Agar budaya baca buku bisa berjalan secara lebih efektif dan intensif, ada beberapa cara yang bisa dilakukan. Salah satunya dengan musyawarah buku, atau diskusi buku (bedah buku). Karena dengan diskusi satu buku, kita fokus pada satu pembahasan dalam buku. Dalam diskusi buku, peserta diskusi diharapkan membaca buku yang akan didiskusikan terlebih dahulu. Sehingga dalam proses diskusi peserta minimal sudah mengetahui pokok-pokok bahasan dalam buku.
Pemahaman dan perenungan akan banyak terjadi saat membaca dan saat proses diskusi sedang berlangsung. Bahkan, peserta yang belum baca sama sekali, bisa membaca setelah diskusi berlangsung, bahkan proses pemahaman dan perenungan akan bisa lebih mendalam, ketika proses membaca dilakukan setelah diskusi berlangsung. Namun, dalam proses diskusi belum bisa melakukan artikulasi atau memberikan respon atas proses diskusi.
Dimana dan kapan diskusi buku bisa dilakukan? Diskusi buku dilakukan tidak harus menunggu momen besar, dengan peserta yang banyak, dengan tempat yang khusus dan akomodasi khusus. Diskusi buku bisa dilakukan di waktu luang, dan bisa dilakukan dimanapun, dengan peserta yang terbatas. Karena dengan peserta yang terbatas, semua peserta bisa melakukan artikulasi, memberikan stimulus dan respon yang cukup luang.
Buku apa yang bisa didiskusikan? Buku yang bisa dibahas dalam diskusi adalah buku apapun sesuai dengan selera, bisa buku karya ilmiah, karya sastra fiksi atau nonfiksi, buku fiksafat, kitab-kitab kuning, baik yang klasik maupun yang modern. Tergantung minat yang disepakati oleh penyelenggara diskusi, atau jika diskusi terbatas, yang disepakati oleh peserta diskusi. (Alba)
