Kewajiban dalam mencari ilmu Allah jelas wajib hukumnya. Namun demikian, semua ilmu wajib dicari dan dipelajari. Ilmu yang wajib/fardhu ‘ain untuk dicari dan dipelajari adalah ilmu al-hal, yakni ilmu yang berkaitan dengan kebutuhan seseorang sesuai kondisinya. Ilmu yang berkaitan dengan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah sesuai kondisi orang tersebut, yang di antaranya mencakup ilmu yushohhih al ‘ibadah, ilmu yushohhih al ‘aqidah, dan ilmu yuzkiy al qolb. Selebihnya itu adalah wajib/fardhu kifayah. Dengan demikian, mencari ilmu (tholabul ‘ilmi) adalah merupakan amal ibadah.
Dikemukakan di atas, bahwa termasuk faktor sebab munculnya ilmu nafi’ dan muntafa’ bih adalah merupakan anugerah dari Allah yang ‘allamal insaana maa lam ya’lam. Dan pada prinsipnya asas manfa’at itulah hal yang mendasari kesungguhan seseorang dalam mencari ilmu. Seberapa besar nafi’ dan muntafa’ bihnya (ilmu yang bermanfaat dan diambil manfaatnya) ilmu yang diperoleh oleh tholib sangat tergantung pada seberapa besar kadar ketiga faktor tersebut diupayakan.
Manfaat dan guna yang didapat oleh orang yang memperoleh keuntungan dari ilmu itu tidak hanya di dunia saja, namun juga di akhirat. Karenanya untuk menghasilkan ilmu yang bermanfaat, tidak cukup hanya dengan mengandalkan peranan dari pencari ilmu itu sendiri. Peranan Allah dan peranan perantara guru dimana orang berhasil mandapatkan ilmu, sama sekali tidak bisa dipisahkan. A’mal yang melibatkan Allah SWT. Yang dimaksudkan untuk memperoleh ridhonNya, disebut sebagai ibadah.
Ibadah sebagaimana juga amal-amal lainnya, adalah merupakan suatu permulaan, proses dan akhirnya. Masing-masing dari ibadah membutuhkan pemenuhan terhadap aturan main yang telah ditetapkan agar apa yang dilakukan tersebut tidak menjadi sia-sia dan sah adanya. Terlebih ibadah yang berupa tholabul ilmi yang peringkatnya menempati diatas ibadah qiyam al lail dan puasa sunnah. Kenapa? karena ilmu itulah yang mengantar orang menjadi terhormat dan mulia disisi Allah lantaran ketakwaannya. “Inna akromakum ‘indallohi atqaakum”, ilmu adalah wasilah untuk takwa kepada Allah, dan takwa kepada Allah adalah wasilah untuk mulia ‘indallah.
Ilmu yang menjadi wasilah untuk semakin takwa kepada Allah itulah yang dapat disebut sebagai ilmu nafi’ dan muntafa’ bih (ilmu yang bermanfaat dan diambil manfaatnya). Dari sini kiranya bisa dipahami, jika tholibul ilmi pertama-tama harus mampu menempatkan kedudukan ilmu sedemikian rupa, sehingga ghoyatun nafi’ dan intifa’ dapat dicapai oleh tholib.