Akankah Menjadi Akhir Perjalanan Karir Seseorang
Oleh: H. Muhyiddin Zainul Arifin, MM.
Hidup adalah sebuah pilihan. Kita belajar di pendidikan formal sejak bangku Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi, dari madrasah diniyah di kampung sampai lulus dari sebuah pondok pesantren dengan tujuan mendapat ilmu. Melalui ilmu diharapkan lebih mudah dalam mengarungi hidup.Melalui ilmu kita menjadi tahu amalan wajib dan haram. Melaksanakan kewajiban akan mendapat hadiah (reward) masuk surga. Melaksanakan yang haram akan mendapat hukuman (punishment) dalam neraka. Melalui ilmu akan lebih cepat dalam meniti karir sehingga kenikmatan hidup yang bersumber dari kepemilikan harta mudah digapai. Harta adalah pintu pembuka kenikmatan dan kesengsaraan. Orang berilmu, berharta dan berkuasa akan sangat mudah mendapat kenikmatan fisik (wanita/pria).
Tatkala kekuasaan sudah di tangan maka banyak orang tergiur untuk memperbanyak pundi-pundi harta dengan jalan yang salah. Pengusaha seringkali mendapat godaan harta dan wanita. Mereka yang tidak kuat menghadapi godaan hidup akan tergelincir dalam lembah dosa dan yang kuat akan tetap survive pada karirnya bahkan dijanjikan surga oleh Allah. Berkecukupan harta merupakan dambaan setiap orang. Namun bila cara yang digunakan untuk mendapatknannya salah maka hanya tinggal menunggu waktu saja, apakah selamat dan hanya dihukum di akhirat? Ataukah harus merasakan pedihnya tinggal di Hotel Prodeo?
Apa perbedaan Hotel Prodeo dengan hotel pada umumnya?
Prodeo dalam bahasa latin sama artinya dengan informa pauperis, bebas dari biaya, cuma-cuma, berperkara tanpa biaya dapat diadakan baik untuk penggugat maupun tergugat yang tidak mampu membayar biaya perkara, dalam bahasa Belanda disebut Kosteloos, berarti gratis, dalam bahasa Inggris disebut dengan free of costs, free of charge, in the manner of an in-digent who is permitted to disregard filling fees and court cost. Jadi mereka yang tinggal di hotel prodeo akan mendapat fasilitas makan, minum dan menggunakan fasilitas Negara dengan gratis. Adapun tinggal di hotel harus membayar sejumlah uang tertentu guna mendapatkan berbagai fasilitas yang ada.
Siapakah yang layak tinggal di hotel prodeo? Mereka yang oleh pengadilan dinyatakan bersalah. Mereka harus tinggal di Hotel Prodeo selama kurun waktu tertentu seseuai dengan vonis dari kesalahan yang telah dilakukan. Penipu, pencuri, pencopet, penjambret, perampok, pemerkosa, pembunuh dan koruptor adalah kelompok penikmat Hotel Prodeo. Berbagai alasan sehingga mereka telah melakukan pelanggaran hukum dan akhirnya harus dihukum tinggal di Hotel Prodeo.
Apakah semua penghuni Hotel Prodeo itu penjahat?
Terkadang nasib juga mempengaruhi orang masuk penjara, alias tidak semua orang yang jahat itu tinggal di Hotel Prodeo. Mari kita kaji lebih dalam, mengapa para pejabat publik akhir-akhir ini karirnya berakhir di Hotel Prodeo?
1. Kesalahan dalam mengambil keputusan, contoh: Mantan Mentri Agama RI harus tinggal di Hotel Prodeo karena telah menggunakan Dana Abadi Umat (DAU) untuk membantu pembangunan pondok pesantren dan Masjid. Padahal belum ada juklaknya. Sehingga Negara dirugikan dan di anggap telah melakukan tindak pidana korupsi.
2. Pejabat dijerumuskan oleh birokrat. Misalnya Bupati di Munta membuat memo pencarian dana ternyata dana itu tidak di gunakan sebagaimana mestinya.
3. Kasus SPJ rapat dan seminar. Ini adalah kolusi penyelenggaraan kegiatan yang sebenarnya sesuai peruntutan. Banyak penataran, rapat, semiloka yang digunakann sebagai symbol kinerja pejabat. Sidang-sidang anggota DPR dan DPRD di hotel-hotel sementara mereka memiliki rumah sidang sendiri, bahkan setiap komisi pun memiliki ruang sendiri, tapi ternyata kurang nyaman untuk bertransaksi, maka dicarilah kesepakatan rapat konsultasi di hotel. Mengapa? Disinilah dimulai SPJ Fiktif, rapat tiga hari menjadi lima hari, berapa biaya dua hari yang berhasil dihemat? Padahal uang Negara tetap tercairkan.
Saat Gus Dur baru di angkat menjadi presiden, langkah konkrit yang direalisasikan adalah menaikkan gaji guru PNS dan hakim. Diharapkan dengan gaji yang cukup, baru bisa kosentrasi dalam mendidik siswa/siswinya. Guru bisa memberi contoh yang baik, sesuai dengan kitoro bosonya “Guru = di gugu lan di tiru”.
Pendidikan dan pengajaran menjadi solusi ampuh memperkecil tindak pidana korupsi generasi mendatang. Demikian juga dengan Hakim, karena menjadi simbol keadilan. Timbulnya Kolusi berangkat dari penghasilan hakim yang kurang sehingga hakim mau menerima tawaran yang cukup menggiurkan dari terdakwa agar terbebas dari Hotel Prodeo.
Gus Dur saat menjadi Presiden RI pernah bilang anggota DPR kita seperti murid “Taman Kanak-kanak”. Statemen itu mendapat reaksi sangat keras, interupsi membahana di ruang sidang. Tetapi Agung Widadi dalam jumpa pers “Outlook Korupsi Politik 2013” di Warung Daun, Jakarta. Mengatakan bahwa sepanjang tahun 2012 tercatat 52 kader partai politik terjerat kasus korupsi. Dari 52 orang itu, 21 diantaranya adalah mantan DPR, DPRD I dan DPRD II. Sementara 21 orang lainnya adalah kepala dan mantan kepala daerah, dua pengurus partai dan satu mentri aktif. Kasus mereka ada yang ditangani KPK, jaksa maupun polisi, (Kompas, 28/12). Pertanyaannya benarkah para anggota DPR kita saat ini dalam berpolitik masih selevel anak TK?
Pendidikan di Pondok Pesantren yang bercirikan pendidikan yang mampu membentuk karakter manusia seutuhnya mudah-mudahan akan menjadi benteng bagi generasi siswa/siswi MMA Bahrul ‘Ulum Jombang sekarang, dikala tiba saatnya memegang estafet kekuasaan tidak terjebak pada godaan harta, godaan kekuasaan dan godaan wanita. Melalui ilmu sebagai titian karir dan selamat sampai tujuan tanpa perlu merasakan menginap di Hotel Prodeo. Wallahu A’lam.