Oleh : Ahmad Arif Masdar Hilmy ( 4A )
Suatu hari, di suatu ruangan kelas sekolah menengah terlihat suatu percakapan menarik. Seorang guru dengan buku di tangannya tampak menanyakan sesuatu kepada para muridnya. “Anak anak, kita sudah hampir memasuki saat-saat terakhir di sekolah ini. Kira-kira apa pencapaian terbesar yang membuat kalian bahagia? Adakah hal-hal besar yang kalian peroleh selama ini?”. Para murid saling memandang. Lantas sang guru meneruskan pertanyaanya “Ceritakanlah suatu hal besar yang pernah terjadi dalam hidup kita !”
Lagi-lagi semua murid saling pandang tak mengerti akan pertanyaan yang ia ajukan. Tak
elak sang guru pun menunjuk salah seorang muridnya dan bertanya “Nah,, kamu yang berkaca mata ! adakah hal besar yang kamu ketahui? Berbagilah dengan teman-temanmu !”. Sesaat kemudian terlontarlah sebuah cerita dari murid tersebut. “Seminggu yang lalu adalah saat-saat yang besar bagi saya. Orang tua saya baru saja membelikan saya sebuah sepedah motor persis yang saya impikan selama ini”. Matanya berbinar tangannya seperti sedang menunggang sesuatu. Motor sport dengan lampu yang berkilat pasti tak ada yang bisa mengalahkan kebahagiaan itu.
Sang guru tersenyum. Tangannya menunjuk beberapa murid lainnya. Maka terdengarlah beragam cerita dari murid-murid yang hadir. Ada anak yang baru saja mendapatkan mobil, ada yang baru dapat melewatkan liburannya di luar negri, dan ada pula murid yang bercerita tentang keberhasilannya mendaki gunung. Semuanya bercerita tentang hal-hal besar yang pernah mereka alami. Hampir semua telah angkat kata, hingga terdengar suara dari arah belakang.
“Pak guru ! saya belum bercerita pak … “. Rupanya ada seorang murid yang duduk di pojok kanan belakang yang luput dari tatapan sang guru. Matanya berbinar. “oh ya maaf, silahkan berbagilah kepada kita semua !”. Ujar pak guru kepada murid berambut lurus itu. “Apa hal besar yang telah kamu dapatkan?” ujar pak guru mengulang pertanyaannya kembali. “Keberhasilan terbesar yang saya alami dan keluarga saya rasakan adalah saat dimana nama keluarga kami tercantum dalam buku telepon yang baru terbit tiga hari yang lalu.”
Sesaat kelas pun senyap. Tak sedikit terdengar tawa-tawa kecil yang memenuhi ruangan kelas itu. Ada yang tersenyum simpul, terkikik-kikik, serta terbahak-bahak mendengar cerita tersebut. Bahkan dari sudut kelas yang lain ada murid yang berkomentar, “ hah?! Kalau nama keluarga saya sih di buku telepon sudah ada sejak saya lahir… apanya yang besar?” sewot sang murid. Seorang pintar yang duduk di bangku paling depan memojokan ia dengan pertanyaannya “Apa masih ada? hal besar lain yang kamu peroleh selain hal lumrah semacam itu?” lagi-lagi terdengar derai tawa kecil yang sempat membuat mental anak itu ciut.
Pak guru berusaha menengahi situasi tersebut dengan mengangkat dan menepuk-nepukan tangannya. “Tenang…tenang anak-anak ! kita belum mendengar cerita selanjutnya.” Tegas sang guru. “Silahkan lanjutkan ceritanya nak !”. Anak berambut lurus itu pun kembali angkat bicara. “Ya, memang itulah kebahagiaan terbesar yang saya dapatkan. Dulu ayah saya bukanlah orang baik-baik. Karenanya, kami sering berpindah-pindah rumah. Kami tak pernah menetap lama-lama karena selalu cemas akan kejaran polisi.” Matanya tampak menerawang. Ada bias pantulan cermin dari kdua bola mata anak itu, “Tapi kini ayah telah berubah. dia telah mau jadi ayah yang baik bagi keluarga kami. Tapi semua itu perlu waktu. Tak pernah ada bank dan yayasan yang memberikan pinjaman modal untuk membuat usaha kerja. Hingga baru satu tahun kemudian ada orang yang rela meminjamkan modal buat ayah saya meski tak seberapa dan tapi akhirnya kini ayah saya berhasil. Bukan hanya itu, ayahku juga membelikan rumah kecil bagi keluarga kami. Sehingga kami tak perlu berpindah-pindah lagi.”
“Tahukah kalian apa artinya kalau keluarga saya ada di buku telepon?” Anak itu bertanya.” Itu artinya saya tak perlu lagi merasa takut akan dinginnya malam dibangunkan ayah untuk terus berlari menghindari kejaran polisi. Itu artinya, saya tak perlu lagi kehilangan teman-teman yang saya sayangi. Saya tak harus tidur di dalam mobil. Pergi dari kota ke kota sampai pelosok desa sekalipun. Sekarang keluarga saya hidup dalam keadaan yang serba cukup meski itu tak seberapa.”
Matanya kembali menerawang. Ada bulir bening yang mengalir. “itu artinya, akan nada harapan-harapan baru yang saya dapatkan nanti.” kelas pun kembali sunyi sedangkan sang guru menahan haru. Mereka baru saja menyaksikan sebuah fragmen kehidupan. Mereka juga baru saja mendapatkan hikmah tentang pencapaian besar dan kebahagiaan. Mereka juga belajar satu hal “ Bersyukur dan berbahagialah setiap kali kita mendengar keberhasilan orang lain. Sekecil apapun… sebesar apapun itu…”