Muallimin Online – Dalam upaya mewujudkan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman, Satuan Kerja (Satker) Kesiswaan Madrasah Muallimin Muallimat 6 Tahun Bahrul Ulum Tambakberas Jombang mengadakan Workshop Konseling bertema “Mewujudkan Madrasah Anti-Bullying”. Kegiatan ini dilaksanakan pada Jumat, 3 Oktober 2025, bertempat di Ruang Literasi madrasah.
Workshop diikuti oleh seluruh unsur Satker Kesiswaan, mulai dari Wakil Kepala Bidang Kesiswaan, staf kesiswaan, hingga pembina OSIS. Kegiatan menghadirkan narasumber Dr. Nailatin Fauziyah, M.Si., M.Psi., seorang ahli di bidang psikologi pendidikan dan konseling. Dalam pemaparannya, Dr. Nailatin menegaskan pentingnya membangun madrasah anti-bullying sebagai bentuk nyata kepedulian terhadap kesejahteraan psikologis peserta didik. Ia mengungkapkan bahwa kasus perundungan di Indonesia terus meningkat setiap tahun. Berdasarkan data dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), pada tahun 2022 tercatat 194 kasus bullying, meningkat menjadi 285 kasus pada 2023, dan melonjak hingga 573 kasus pada 2024.
Menurutnya, madrasah anti-bullying bukan berarti sama sekali tidak ada kasus perundungan, melainkan madrasah yang memiliki sistem penanganan cepat, tepat, dan empatik setiap kali kasus muncul. “Yang terpenting adalah bagaimana madrasah mampu merespons dengan benar, tidak menutup mata, dan tidak membiarkan masalah ini membesar,” jelasnya.
Lebih lanjut, Dr. Nailatin juga menjelaskan bahwa bullying merupakan perilaku tidak menyenangkan baik secara verbal, fisik, maupun sosial — di dunia nyata maupun dunia maya — yang membuat seseorang merasa tersakiti, tertekan, atau tidak nyaman. Ia menegaskan, bentuk perundungan pada generasi sekarang semakin kompleks dibanding masa lalu, karena banyak terjadi melalui media digital.
Terdapat enam bentuk bullying yang umum ditemukan di sekolah, yaitu:
1. Fisik (memukul, menendang, mencubit, mencakar, pelecehan, dan sejenisnya);
2. Verbal (menghina, mengejek, menyebar gosip, memaki, atau memberi julukan kasar);
3. Non-verbal langsung (mendiamkan, mengucilkan, atau memanipulasi pertemanan);
4. Non-verbal tidak langsung (menatap sinis, mengejek dengan ekspresi, dan lain-lain);
5. Non-fisik (mengancam, mempermalukan, atau merendahkan secara sosial);
6. Cyber-bullying (melalui media sosial atau pesan elektronik).
Melalui kegiatan workshop ini, diharapkan seluruh unsur kesiswaan memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang cara mencegah dan menangani bullying di lingkungan madrasah. Harapan besar, seluruh warga madrasah mulai dari pimpinan hingga siswa dapat bersama-sama menciptakan iklim pendidikan yang bebas dari kekerasan dan perundungan. (Fatih)