Mengutarakan pendapat di depan umum bukanlah suatu hal yang mudah. Butuh keberanian dan rasa percaya diri untuk melakukannya, dan pada kenyataannya tidak semua orang dapat melakukan itu.
Beruntung sekali kita bisa mewawancarai salah seorang wanita lulusan Madrasah Muallimin Muallimat 6 Tahun Bahrul Ulum Tambakberas, yang sedang melanjutkan studi doktoralnya di UIN Maulana Malik Ibrahim, sekaligus seorang dosen di Universitas Wahab Hasbullah (UNWAHA). Beliau adalah Siti Sulaikho' M.Pd. yang pernah menjadi juri olimpiade bahasa Arab tingkat Jawa Timur, dan juri pidato bahasa Arab tingkat Jawa Timur, serta sering menjadi narasumber pelatihan penulisan buku ajar berbasis kitab klasik di daerah Jawa Timur.
Apa saja tips dan trik darinya? bagaimana kisah hidupnya? Apa yang menjadi inspirasinya? Mari kita gali dengan wawancara langsung bersamanya!
Q: Kapan kali pertama Anda berani mengutarakan pendapat dan pada usia berapa?
A: Pertama kali mengutarakan pendapat selain pada anggota keluarga adalah kepada guru saat masih menempuh Sekolah Dasar. Guru SD sering bertanya tentang bagaimana pendapat kami tentang pembagian tugas piket, bagaimana kami melaksanakan tugas tersebut, termasuk tentang bagaimana kami bersikap ketika terdapat teman yang telat sehingga tidak melakukan tugas piket, serta menghadapi teman yang secara terang-terangan tidak mau mengerjakan tugas piket.
Pernah saat kelas 4 di waktu istirahat, kami bermain rumah-rumahan dari tanah di halaman sekolah. Kami membuat rumah, lengkap dengan sekat pada masing-masing ruangan serta perabotan di dalamnya. Kami menggunakan lidi sebagai orang-orangan. Setelah satu rumah selesai, kami membuat rumah lainnya sebagai tetangga dan jalan yang menghubungkan antar rumah.
Ketika kami sedang bermain bersama, lonceng berbunyi tiga kali, pertanda waktu istirahat telah berakhir. Karena masih ingin bermain, saya mengajak teman untuk menghadap pak Eko, guru olahraga kami. Saya matur ke beliau kalau kami masih ingin bermain rumah-rumahan. Pak Eko kemudian mengganti jam pelajaran olahraga menjadi kompetisi membuat karya dari tanah. Kami dengan sukacita kembali ke halaman dan memperbaiki bentuk rumah yang sebelumnya sudah dibuat. Juga membuat lebih banyak rumah lagi sehingga menjadi desa. Teman-teman yang lain ada yang yang membuat mobil, perahu, orang-orangan raksasa, dan sebagainya. Semua berasal dari tanah di halaman sekolah. Jikalau waktu itu saya tidak menyampaikan pendapat, tidak akan ada kompetisi membuat karya dari tanah liat yang melatih keterampilan kami, juga tidak akan ada kenangan yang masih teringat hingga saat ini.
Q: Apa faktor yang membuat Anda berani berpendapat dan apakah ada seseorang yang memotivasi anda?
A: Sebelum mengutarakan pendapat, saya menyimak perkataan orang dalam forum terlebih dahulu. Saya pertimbangkan dengan pendapat saya pribadi. Jika kurang sepakat, saya menunggu hingga orang tersebut selesai berbicara, kemudian meminta ijin untuk menyampaikan pendapat. Jika sudah sepakat, saya tidak berusaha menunjukkan diri dengan menambah perkataan. Mengetahui waktu yang tepat untuk mengutarakan pendapat itu penting, termasuk tentang bagaimana cara menyampaikan pendapat.
Intonasi yang tenang dan tidak menggebu-gebu, cenderung lebih bisa diterima oleh orang lain. Termasuk pemilihan kata yang tepat. Saya selalu berusaha memilih kata yang tidak menyinggung siapapun, sehingga pendapat kita didengar dengan baik, juga dipertimbangkan oleh orang lain. Tidak jarang karena intonasi yang menggebu-gebu atau pemilihan kata yang kurang tepat, pendapat kita menjadi tertolak, meskipun benar.
Q: Bagaimana cara mengatasi nervous saat berbicara di depan umum?
Pertama, memastikan bahwa saya memahami materi dari kegiatan atau forum yang sedang diikuti. Kedua, mengetahui apa yang akan saya utarakan. Ketiga, saya tersenyum terlebih dahulu dan melihat ke seluruh peserta di ruangan. Setelah itu, saya menyampaikan pendapat dengan tetap mengedarkan pandangan kepada mereka.
A: Apakah bisa seorang pendiam menjadi sosok yang berani berbicara di hadapan umum? jika bisa bagaimana caranya? jika tidak mengapa?
Pendiam berhubungan dengan karakter, sementara mengungkapkan pendapat berhubungan dengan keterampilan. Dengan begitu, antara karakter pendiam dan keterampilan mengungkapkan pendapat, tidak memiliki kaitan.
Selain itu, mengungkapkan pendapat juga butuh kebiasaan. Tanamkan dalam pikiran bahwa apa yang akan kita sampaikan adalah hal yang penting, sehingga perlu untuk didengar orang lain. Dengan begitu, akan muncul keberanian dalam diri kita untuk mengungkapkan pendapat di depan banyak orang.
Q: Bagaimana cara agar pendapat kita bisa diterima khalayak yang umum?
A: Pertama, kita harus menguasai apa yang akan disampaikan. Karena itu, kita harus banyak membaca. Berbicara tanpa pengetahuan adalah tong kosong yang nyaring bunyinya. Kita tidak akan dihargai hanya karena menyampaikan pendapat. Apresiasi terhadap diri kita akan didapat jika apa yang kita sampaikan berdasar pengetahuan. Begitu halnya meski memiliki pengetahuan yang mumpuni tetapi tidak diutarakan, tidak akan dirasakan manfaatnya oleh banyak orang. Dengan demikian, perbanyak membaca, penuhi pengetahuan, kemudian sampaikan.
Kedua, sampaikan pendapat dengan intonasi yang tepat, tidak menggebu-gebu. Intonasi menggebu-gebu membuat mudah lelah, tersengal-sengal, serta tidak menyenangkan untuk didengar. Bedakan antara menyampaikan pendapat dengan berorasi. Jika berorasi, suara keras dan menggebu-gebu adalah keharusan. Berbeda dengan menyampaikan pendapat. Atur suara supaya dapat didegar oleh seluruh ruangan, bukan berarti dengan berteriak.
Ketiga, pilih kata yang tidak menyinggung orang lain. Pemilihan kata ini penting, karena akan mempengaruhi orang lain untuk sepakat dengan pendapat yang kita sampaikan atau sebaliknya. Misalnya dengan maksud yang sama tetapi menggunakan pemilihan kata yang berbeda, hasil yang diterima pun juga berbeda. Karena itu, perlu mengetahui karakteristik orang-orang yang berada dalam ruangan yang sama.
Q: Seberapa penting bagi anda memiliki rasa berani dalam menyampaikan pendapat?
A: Berani dalam mengungkapkan pendapat adalah perlu, tetapi bukan satu-satunya cara yang dibutuhkan dalam menyampaikan pendapat. Jika kita menanamkan dalam pikiran bahwa memiliki keberanian adalah keharusan, akan sulit bagi orang-orang yang belum memiliki sifat berani untuk menyampaikan pendapat. Lebih mudah menanamkan dalam benak dan pikiran kita bahwa apa yang hendak kita utarakan adalah hal yang penting untuk diketahui oleh orang lain. Karena itu, perlu untuk disampaikan.
Q: Apakah orang di sekitar Anda sudah memiliki keberanian itu? jika belum, apa kendalanya?
A: Ada beberapa karakter dari teman-teman dalam menyampaikan pendapat. Pertama, mereka memiliki pengetahuan, tetapi tidak menyampaikan, kecuali jika ditunjuk nama dan tidak memiliki pilihan lain. Hasilnya, pendapat mereka diterima oleh banyak orang karena berlandaskan pengetahuan serta telah disampaikan. Sebaliknya, meski berlandaskan pengetahuan tetapi tidak disampaikan, tidak akan diterima dan juga tidak akan diketahui oleh siapapun. Perlu ditanamkan dalam hati bahwa yang ada dalam pikiran, perlu disampaikan melalui lisan, bukan diutarakan dalam diam, karena tidak semua orang menguasai ilmu kebathinan.
Kedua, mereka yang tidak begitu memiliki pengetahuan, tetapi suka menyampaikan pendapat. Respon pendengar bisa jadi mengagumi pendapat karakter kedua ini karena sudah menyampaikan pendapat. Respon pendengar juga bisa agak mengabaikan karena pendapat yang disampaikan kurang berdasar pengetahuan. Karena itu, memiliki pengetahuan dan menyampaikan pendapat adalah dua hal penting yang tidak terpisahkan. Cara memiliki pengetahuan adalah banyak membaca, sementara cara menyampaikan pendapat adalah dengan pembiasaan.
Q: Bagaimana kesan anda saat menyampaikan pendapat?
A: Senang karena dapat menyampaikan apa yang terdapat dalam pikiran, juga senang karena didengar oleh banyak orang.
Q: Apakah Anda juga pernah mengalami ketidakpercayaan diri ketika menyampaikan pendapat?
A: Pernah, ketika tidak menguasai atas apa yang akan disampaikan.
Q: Lalu apa yang anda lakukan untuk mengatasi hal itu?
A: Saat itu, saya membuat poin-poin atas apa yang hendak disampaikan supaya tetap sistematis meski kurang menguasai. Dengan begitu, pendengar dapat memahami apa yang saya sampaikan tanpa berputar-putar. Saya mulai dengan tersenyum sambil mengangguk kepada orang-orang yang duduk berhadapan dan terdekat dengan saya. Respon mereka yang membalas anggukan dan juga membalas senyum, menambah kepercayaan diri. Kemudian, saya edarkan pandangan ke peserta di seluruh ruangan.
Q: Apa yang akan anda lakukan jika orang terdekat Anda tidak memiliki keberanian dalam mengungkapkan pendapat?
A: Seringkali saya bertanya pendapat adik terhadap hal-hal yang kami lalui. Bukan hal besar, melainkan hal-hal biasa yang kami jumpai dalam keseharian. Tujuan dari pertanyaan-pertanyaan itu adalah membiasakan mereka untuk menyampaikan apa yang ada dalam pikiran. Secara tidak sadar, mereka telah memiliki kebiasaan dalam menyampaikan penilaian mereka terhadap sesuatu. Hal ini sangat membantu mereka dalam menyampaikan pendapat di hadapan orang lain.
Oleh: Lailatul Badriyah 4C, Riska Nuriya A. 4E dan Rusyda Tsania 4E
Sumber: majalah siswa Kharisma