Secara istilah manajemen berasal dari kata kerja ‘to manage’ yang berasal dari bahasa Inggris, sinonim kata ‘to manage’ antara lain: to control (memeriksa), to guide (memimpin), to hand (mengurus), maka jika ditelaah dari asal katanya manajemen berarti pengurusan, pengendalian, memimpin atau membimbing. Menurut James A.F Stoner seperti yang dikutip oleh A.M. Kadarman dan Jusuf Udaya dalam buku ‘Pengantar Ilmu Manajemen’ bahwa manajemen adalah proses merencanakan, pengorganisasian, memimpin dan mengendalikan berbagai upaya dari organisasi guna tercapainya tujuan organisasi yang telah ditentukan. Demikian pula Henry Fayol dan George R. Terry yang dikutip juga oleh M. Manullang dalam bukunya ‘Dasar-Dasar Manajemen’ berpendapat bahwa manajemen itu adalah suatu seni sekaligus suatu ilmu. Manajemen sebagai seni berfungsi untuk mencapai tujuan danmendatangkan hasil yang manfaat, sedangkan manajemen sebagai suatu ilmu berfungsi menerangkan fenomena-fenomena, kejadian-kejadian, yang bersifat memberikan penjelasan. Dari sejumlah pengertian di atas, dapat dimengerti bahwa manajemen merupakan sebuah yang khas, yang terdiri dari atas tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber lainnya berdasarkan kerangka keilmuan dan diimplementasikan dalam gaya dan seni untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Manajemen kurikulum adalah suatu sistem pengelolaan kurikulum yang kooperatif, komperhensif, sistematik, sistematik dalam rangka mewujudkan ketercapaian tujuan dari kurikulum sendiri. Dalam pelaksanannya , manajemen berbasis sekolah (MBS) dan kurikulum satuan tingkat pendidikan (KTSP), oleh karena itu otonomi yang diberikan pada lembaga pendidikan dalam mengelola kurikulum secara mandiri dengan memprioritaskan kebutuhan dan ketercapaian sasaran dalam visi dan misi lembaga pendidikan dengan tidak mengabaikan kebijakan nasional yang telah ditetapkan.Dilaksanakannya manajemen kurikulum dalam proses pendidikan ialah agar perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum dapat berjalan dengan efektif, efisien dan optimal. Ada beberapa fungsi menajemen kurikulum, diantaranya:
Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya kurikulum, pemberdayaan sumber maupun komponen kurikulum dapat ditingkatkan melalui pengelolaan yang terencana dan efektif.
Meningkatkan keadilan (equality) dan kesempatan pada siswa untuk mencapai hasil yang maksimal, kemampuan yang maksimal yang dapat dicapai peserta didik tidak hanya melalui kegiatan instrakurikuler, tetapi juga perlu melalui kegiatan ekstrakurikuler yang dikelola secara integritas dalam mencapai tujuan kurikulum.
Meningkatkan relevansi dan efektivitas pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan, kurikulum yang dikelola secara efektif dapat memberikan kesempatan dan hasil yang relavan dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan sekitar.
Meningkatkan evektifitas guru kinerja guru maupun aktivitas siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, pengelolaan kurikulum yang professional, efektif, dan terpadu dapat memberikan motivasi pada kinerja guru maupun aktivitas siswa dalam belajar.
Meningkatakan efisiensi dan efektivitas proses belajar mengajar, proses pembelajaran selalu dipantau dalam rangka melihat konsistensi antara desain yang telah direncanakan dengan pelaksanaan pembelajaran.
Maksud dari manajemen dalam perencanaan kurikulum adalah keahlian “managing” dalam arti kemampuan merencanakan dan mengorganisasikan kurikulum. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan kurikulum adalah siapa yang bertanggung jawab dalam perencanaan kurikulum, dan bagaimana perencanaan kurikulum itu direncanakan secara professional. Hal yang pertama dikemukakan berkenaan dengan kenyataan adanya gap atau jurang antara ide-ide strategi dan pendekatan yang dikandung oleh suatu kurikulum dengan usaha-usaha implementasinya. Gap ini disebabkan oleh masalah keterlibatan personal dalam perencanaan kurikulum. Keterlibatan personal ini banyak bergantung pada pendekatan perencanaan kurikulum yang dianut. Pada pendekatan yang bersifat “administrative approach” kurikulum direncanakan oleh pihak atasan kemudian diturunkan kepada instansi-instansi bawahan sampai kepada guru-guru. Jadi form the top down, dari atas ke bawah atas inisiatif administrator. Dalam kondisi ini guru-guru tidak dilibatkan. Mereka lebih bersifat pasif yaitu sebagai penerima dan pelaksana di lapangan, semua ide, gagasan dan inisiatif berasal dari pihak atasan.
Sebaliknya pada pendekatan yang bersifat “grass roots approach” yaitu yang dimulai dari bawah, yakni dari pihak guru-guru atau sekolah-sekolah secara individual dengan harapan bisa meluas ke sekolah-sekolah lain. Kepala sekolah serta guru-guru dapat merencanakan kurikulum atau perubahan kurikulum karena melihat kekurangan dalam kurikulum yang berlaku. Mereka tertarik oleh ide-ide baru mengenai kurikulum dan bersedia menerapkannya di sekolah mereka untuk meningkatkan mutu pelajaran. Dengan bertindak dari pandangan bahwa guru adalah manager (the teacher as manager). J.G Owen sangat menekankan perlunya keterlibatan guru dalam perencanaan kurikulum. Guru harus ikut bertanggung jawab dalam perencanaan kurikulum karena dalam praktek mereka adalah pelaksana-pelaksana kurikulum yang sudah disusun bersama.
Di Inggris gagasan ini berwujud dalam bentuk “teacher’s centeres” yang dibentuk secara lokal sebagai tempat guru-guru bertemu dan berdiskusi tentang pembaharuan pendidikan. Disamping guru-guru berkumpul juga pengajar dari perguruan tinggi, pengusaha dan para konsumen lulusan sekolah. Masalah yang kedua, bagaimana kurikulum direncanakan secara professional, J.G Owen lebih menekankan pada masalah bagaimana menganalisis kondisi-kondisi yang perlu diperhatikan sebagai factor yang berpengaruh dalam perencanaan kurikulum.
Sistem pendidikan modern memiliki banyak komponen yang kompleks, termasuk berbagai mata pelajaran, tujuan pendidikan, standar pendidikan, kebutuhan siswa, dan perkembangan kurikulum. Selain itu efisiensi dan efektivitas, relevansi, konsistensi, evaluasi dan perbaikan sangat diperlukan dalam pengelolaan kurikulum.
Wallahu A’lam bi al-Shawab
Penulis : H. Muhyiddin, Lc., MM (Guru Madrasah Mu’allimin Mu’allimat 6 Tahun Tambakberas Jombang)