Pagi itu, bertepatan dengan pelaksanaan ujian tes masuk Madrasah Muallimin Muallimat Bahrul Ulum Tambakberas tahun 2019. Di ruang guru tampak KH Abdul Nashir Fattah, duduk menghadap pintu ruangan, di salah satu kursi tamu yang ditata berhadapan. Kiai Nashir duduk di kursi paling ujung. Di depannya berdiri alat bantu jalan (walker). Disamping kanannya tampak seseorang yang sudah berumur, duduk bersimpuh di lantai.
Saat itu, Kiai Nashir membutuhkan walker karena beberapa bulan sebelumnya mengalami peristiwa yang mengakibatkan salah satu paha Kiai Nashir mengalami patah.
Di kursi yang berjajar di samping kiri, tampak putra Kiai Nashir dan salah satu guru Muallimin. Sementara di barisan kursi depannya tampak sekitar 5-6 orang bapak-bapak yang duduk memenuhi barisan kursi. Di belakang bapak-bapak duduk beberapa ibu di atas kursi panjang.
Dari pembicaraan yang tertangkap, rupanya bapak-bapak dan ibu-ibu tersebut adalah orang tua anak-anak yang akan mendaftar sebagai murid Madrasah Muallimin Muallimat. Mereka datang dari Jakarta, Jawa Tengah dan beberapa daerah lain.
Mereka telat mendaftar secara online dan juga telat menyerahkan berkas dokumen yang menjadi persayaratan. Pendaftaran secara resmi ditutup pada pukul 17.00 WIB, sehari sebelumnya.
Maksud dari bapak-bapak dan ibu-ibu menemui Kiai Nashir adalah untuk minta keringanan agar diberi kesempatan menyusul mendaftar. Putra Kiai Nashir yang menjadi ketua Panitia Pendaftaran sudah menjelaskan tentang kebijakan penutupan pendaftaran yang sudah ditentukan pada pukul 17.00 WIB, sehari sebelumnya.
Rupanya para orang tua yang ingin mendaftarkan anaknya tersebut tetap berkeinginan untuk mendaftar, dan diberi kemurahan. Salah satu dari orang tua yang menghadap dan minta kemurahan tersebut adalah orang yang dulu, saat menjadi santri mengabdi di ndalem (rumah) Kiai Nashir.
Lantas bagaimana kebijakan Kiai Nashir tentang hal ini? Kiai Nashir tetap berpegangan kepada batas waktu pendaftaran yang sudah ditetapkan Madrasah. Karena apa yang telah ditetapkan jauh-jauh hari oleh Madrasah telah dibahas oleh orang banyak (para pimpinan, para guru dan pegawai yang menjadi panitia). Tidak boleh diubah seenaknya. Kalau mau ada perubahan harus dibahas lagi.
Ketentuan tentang waktu pendaftaran ini juga sebagai upaya agar Madrasah bisa selangkah lebih maju, dimana Madrasah tidak membatasi kuota, karena Madrasah tidak ingin menolak anak yang akan belajar. Berapapun akan diterima. Tetapi Madrasah membatasi waktu pendafataran. Karena kalau tidak dibatasi akan mengganggu pelaksanaan proses belajar di awal tahun pelajaran.
Dalam memegang kesepakatan dan ketetapan yang telah dibuat oleh Madrasah ini, Kiai Nashir tidak dengan mudahnya untuk mengubah. Namun bukan berarti Kiai Nashir tidak menerima perubahan sama sekali. Kiai Nashir bisa menerima perubahan jika alasannya betul-betul bisa diterima. Misalnya terlambat karena ada musibah atau kendaraannya telat. Namun, jika alasannya tidak bisa diterima, maka harus dikembalikan ke ketetapan yang telah dibuat. Apapun resikonya.
Dari cerita ini, bisa diambil pelajaran bahwa, apapun yang sudah diputuskan dan menjadi peraturan harus ditaati dan dipegang erat-erat. Meskipun peraturan tersebut terkadang bisa menghambat orang-orang terdekat, dan mungkin juga membuat situasi jadi tidak enak. (ma)