KH Abdul Fattah Tambakberas, orang tua KH Abdul Nashir Fattah, mengenyam pendidikan di beberapa pesantren dan mengaji ke Kiai-Kiai besar di jamannya. Dari hasil mengaji dan mondok tersebut, Kiai Fattah memiliki koleksi berbagai macam kitab kuning yang disimpan dalam lemari besar.
Koleksi kitab kuning Kiai Fattah tersebut memicu Kiai Nashir untuk mempelajari isinya dan menjadi cambuk dalam belajar, dengan harapan agar bisa membaca dan mempelajari.
Pada kesempatan pulang liburan pondok, di awal-awal Kiai Nashir mondok dan belajar di Pondok Pesantren Kajen Pati Jawa Tengah, sekitar tahun 1972, almari besar yang berisi berbagai macam kitab kuning tersebut hanya mampu dipandang. Pintu almari dibuka, dan hanya dipandang. Beberapa kitab diambil dan dibuka, tetapi hanya dibuka dan dipandang, tidak mampu dibaca. Jangankan membaca isinya, membaca judul kitabnya saja masih belum bisa.
Pada kesempatan pulang liburan berikutnya, bertepatan dengan liburannya adik Kiai Nashir yang mondok dan belajar di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. Mereka berdua di depan lemari besar tersebut hanya mampu tebak-tebakan judul kitab yang ada. sudah barang tentu banyak salahnya. Tebak-tebakan judul kitab tersebut, salah satunya adalah kitab Jamiu Karomatil Auliya. Kiai Nashir membaca judul kitab tersebut dengan Jamiu Kiromatil Auliya. Asal baca saja, dan cara baca tersebut terinspirasi oleh kata-kata al-kirom, yang sering dibaca guru di pondok. Peristiwa seperti ini terjadi lagi pada liburan berikutnya. Dari sini, akhirnya judul kitab-kitab yang ada di almari bisa dihafalkan.
Keinginan yang kuat untuk bisa membaca kitab kuning ini, terus tertanam dalam benak Kiai Nashir dan bisa menjadi pendorong bagi Kiai Nashir dalam belajar dan mempelajari berbagai kitab kuning.
Dengan keinginan yang kuat tersebut, secara perlahan Kiai Nashir mulai bisa membaca teks kitab satu persatu. Tentu hal ini membutuhkan waktu yang panjang dan upaya yang sangat keras. Jika tidak paham, diulangi lagi. Tidak paham diulangi lagi. Terus sampai bisa memahami. Kiai Nashir juga mengaku sampai sekarang-pun, upaya tersebut terus dilakukan.
Karena itu, Kiai Nashir menyampaikan bahwa, tanpa keinginan yang kuat tidak mungkin kita bisa mengusai pelajaran yang kita pelajarai. Tanpa keinginan yang kuat juga, mustahil belajar bisa sukses. (ma)