Saat bicara santai sambil menunggui anak kelas 6 Madrasah Muallimin Muallimat 6 Tahun Bahrul Ulum Tambakberas, Kamis, 28 Februari 2019, di ruang guru Madrasah Muallimin Muallimat, Kiai Nashir secara spontan menyampaikan satu kata yang sangat menyentak, "mengajar anak itu harus dengan hati yang bersih".
Memang, biasanya saat dalam kondisi santai dan bicara-bicara ringan, banyak kebijaksanaan yang disampaikan. Karena justru dalam kondisi santai, Kiai Nashir bisa menyampaikan banyak hal. Kondisi lain, Kiai Nashir bisa menyampaikan banyak hal saat menghadapi kitab kuning dan mendaras (membacakan) dihadapan santri atau masyarakat.
Sebaliknya, jika diminta untuk memberikan sambutan, atau pidato pengarahan, maka sulit bagi Kiai Nashir untuk menyampaikan banyak hal. Karena Kiai Nashir bukan tipe Kiai orator.
Terkait dengan kalimat kebijakan, "mengajar harus dengan hati yang bersih", artinya dalam mengajar di kelas kepada murid, menurut Kiai Nashir, jangan sekali-kali berpretensi akan menjadikan murid pandai atau memahami pelajaran. Bukan kita, manusia yang menjadikan murid itu pinter atau paham.
Kita sebagai guru (orang yang berilmu) punya kewajiban menyampaikan ilmu yang kita ketahui. Kita laksanakan saja kewajiban itu dengan sebaik-sebaiknya. Tidak usah kita mencoba menghindar dari kewajban itu, dengan melaksanakan kegiatan-kegitan lain yang justru menghalangi kewajiban tersebut.
Dengan begitu, kita tidak merasa bahwa, kitalah yang membikin seorang murid pintar atau paham, karena yang membuat pintar atau paham adalah Allah SWT. Sekeras apapun kita dalam mengajar, dengan menggunakan sebaik dan secanggih-canggihnya metode, jika Allah SWT tidak menghendaki seorang murid paham tentang pelajaran, maka murid tersebut tidak akan pernah paham. Sebaliknya, dengan metode atau cara yang tidak baik, tetapi jika Allah SWT menghendaki seorang murid paham tentang pelajaran, maka murid tersebut akan mudah memahami pelajaran.
Jika kita merasa bahwa, yang membikin pintar dan paham itu adalah kita, maka kita akan mati-matian dan dengan menggunakan cara-cara yang keras dalam mengajar. Yang lebih fatal saat berfikiran dan bersikap seperti ini adalah, kita akan sering menggerutu dalam mengajar, dan sering merasa rugi, karena sudah merasa menyampaikan ilmu tapi tidak dimengerti atau tidak dipahami oleh murid.
Jika sudah menggerutu dan merasa rugi dalam mengajar, maka tentu akan berdampak kepada satu kondisi yang kita yakini ada, dan sudah banyak terbukti yaitu keberkahan (barokah) ilmu yang diperoleh oleh murid. Karena dengan keberkahan ilmu, sebagaimana yang selama sudah banyak terbukti, ada murid yang saat menerima materi pelajaran belum bisa mengerti dan memahami, tetapi saat sudah lulus belajar akhirnya bisa mengerti dan paham.
Ketika Kiai Nashir ditanya, apakah kita tidak perlu metode dalam mengajar? Kiai Nashir menjawab, sangat perlu. Metode dalam mengajar adalah salah satu alat kita dalam melaksanakan kewajiban dengan sebaik-baiknya. Dengan metode mengajar kita dituntun untuk mengerjakan kewajiban kita dengan cara yang baik, dan ini adalah upaya (ikhtiar) kita. Tapi, jangan sekali-kali kita meyakini sepenuhnya bahwa, hanya metode itulah yang membuat murid bisa mengerti dan memahami pelajaran. (ma)