Gagasan serta praktek Fiqh Sosial KH Sahal Mahfud Kajen Pati, menjadi inspirasi utama KH Abdul Nashir Fattah dalam melakukan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan. Gagasan tersebut tentu sudah diserap Kiai Nashir jauh sebelum buku monumental "Fiqh Sosial" yang ditulis KH Sahal Mahfud diterbitkan untuk khalayak ramai. Prakteknya-pun sudah disaksikan secara langsung. Hal ini karena kedekatan Kiai Nashir sebagai saudara, sekaligus sebagai seorang murid.
Fiqh sosial yang menjadi landasan fiqhiyah dalam melakukan kerja-kerja sosial, telah menempatkan fiqh tidak hanya berbicara tentang ibadah-ibadah yang bersifat individual. Tetapi juga berbicara tentang ibadah sosial untuk perubahan sosial. Bahkan dalam Fiqh Sosial-nya Kiai Sahal dinyatakan dengan tegas bahwa, ibadah sosial lebih utama daripada ibadah individual, yang diambil dari kaedah al ibadah al mutaaddiyah afdolu minal ibadah al qashirah.
Kiai Nashir sendiri, setelah pulang kembali ke Tambakberas pada tahun 1985, tidak langsung melakukan aktifitas sosial kemasyarakatan. Sepuluh tahun sejak pulang ke Tambakberas, Kiai Nashir hanya berkutat pada kegiatan mengaji dan mengajar di Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Madrasah Ibtidaiyah Bahrul Ulum dan Madrasah Muallimin Muallimat Bahrul Ulum. Ada cerita menarik kenapa ini dilakoni Kiai Nashir, yang Insyaallah bisa diikuti di tulisan lain tentang Catatan Kiai Nashir.
Sepuluh tahun setelah pulang ke Tambakberas, yaitu sejak sekitar 1995, Kiai Nashir mulai melakukan kegiatan sosial. Ladang perjuangn sosial yang diambil tidak langsung di wilayah yang luas. Mula-mula Kiai Nashir memulai pengajian rutin dengan para pedagang pasar. Hal ini terkait dengan aktifitas Kiai Nashir yang juga berdagang dengan orang-orang pasar.
Selanjutnya mulai terlibat di organisasi Nahdlatul Ulama. Bukan di kepengurusan cabang atau wilayah. Kiai Nashir mulai terlibat di tingkat Ranting NU Tambakberas. Saat di Ranting NU inilah, Kiai Nashir mulai menggagas pelaksanaan fiqh sosial secara praktis. Dimulai dari hal yang paling kecil, bagaimana zakat dan sodaqoh yang dikeluarkan masyarakat bisa betul-betul memberikan manfaat secara luas bagi masyarakat miskin. Mula-mula yang dikelola adalah zakat fitrah, selanjutnya berkembang mengelola zakat mal. Praktek mengelola zakat berjalan hingga tulisan ini dibuat (2018).
Sekitar tahun 2008, saat Kiai Nashir memegang jabatan sebagai Rais Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama, Kiai Nashir mulai mendorong agar Lembaga Zakat PCNU Jombang bisa berjalan secara baik. Ada satu gagasan yang sangat menarik ketika mulai menggerakkan Lembaga Zakat ini, yaitu bagaimana menjadikan mustahiq (orang yang berhak menerima zakat, infaq dan sodaqoh) selanjutnya bisa menjadi muzakki (orang yang mengeluarkan zakat).
Gagasan ini menjadi dasar bagaimana menguatkan orang miskin, sehingga bisa berdaya dan keluar dari kemiskinannya. Gagasan ini, dipraktekkan di Lembaga Zakat PCNU Jombang mula-mula dilakukan secara personal. Bantuan dana zakat dan sodaqoh diberikan ke orang yang tidak mampu sebagai modal usaha, kemudian orang tersebut dari usahanya bisa mengeluarkan infaq ke Lembaga Zakat PCNU, selanjutnya disalurkan lagi kepada orang yang berbeda. Begitu seterusnya. Menjadikan mustahiq sebagai muzakki.
Dalam proses selanjutnya, pemberian bantuan tidak hanya perseorangan. Bekerja sama dengan lembaga pendamping masyarakat dan orang-orang bekerja mendampingi masyarakat, penyaluran dana diberikan ke kelompok masyarakat. Dari sini nampak, apa yang digagas oleh Kiai Nashir, yang berangkat dari pengembangan fiqh sosial, bisa memberikan manfaat bagi upaya membangun masyarakat secara berkelompok untuk meningkatkan kebersamaan dan tentu untuk tujuan agar keadilan bisa tercapai, sesuai dengan apa yang diharapkan oleh fiqh sosial. (ma)