Muallimin Online,
Pagi ini, Jumat (17/10) di Aula Kampus II Madrasah Muallimin Muallimat Tambakberas, berkumpul 108 orang santri putri dari 23 pondok pesantren dan 13 madrasah se-Jombang. Setiap lembaga masing-masing diwakili 3 (tiga) orang santri. Mereka duduk lesehan di atas keramik aula tanpa alas, menghadap meja dampar yang di atasnya sudah tersedia triangle tag name (papan nama segitiga), yang tertulis nama pondok atau madrasah mereka.
Sementara di depan mereka, agak serong ke kiri, dua orang santri putri, dengan holder mic tergantung di telinga, juga duduk menghadap meja dampar berukuran sama, 40 cm x 120 cm. Di atas meja, nampak note book yang terbuka, disampinya juga diletakkan papan nama segitiga, namun ini beda, karena bertuliskan "Moderator". Penanda bahwa, santri putri yang duduk di belakang meja tersebut adalah moderator diskusi atau bahtsul masail. Di depan tengah, mengadap ke santri-santri yang duduk di belakang meja dampar, terdapat panggung pendek, yang di atasnya berbaris tertata kursi sandar lesehan, yang ditempati oleh 5 (lima) orang guru laki-laki, yg juga menghadap meja dampar yang sama, dengan papan nama bertuliskan "Mushohih".
Para santri putri yang datang dari beberapa pondok pesantren dan madrasah di Jombang tersebut sedang mengikuti kegiatan ilmiah Bahtsul Masail (membahas masalah hukum Islam) yang diselenggarakan Madrasah Muallimin Muallimat Tambakberas bekerjasama dengan Forum Bahtsul Masail Pondok Pesantren (FBMPP) Putri se Jombang. Kegiatan tersebut diselenggarakan sebagai rangkaian Peringatan Hari Ulang Tahun ke-200 tahun (2 abad) Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.
Setelah moderator membuka dengan salam, langsung meminta penanya (sa'il) untuk membaca dan menjelaskan pertanyaan yang ditulis. Dalam forum bahtsul masail, ada beberapa komponen yang menunjang berjalannya pembahasan, antara lain: penanya (sa'il), yang memiliki masalah yang akan dibahas; peserta, yang membahas penyelesaian masalah; moderator, yang mengatur jalannya pembahasan; perumus, yang membuat rumusan jawaban sementara dan; mushohih, orang yang memberikan pendapat dan yang mengendalikan pembahasan.
Sa'il masalah pertama, dari PP Mamba'ul Maarif Denanyar, menjelaskan pertanyaan yang mereka ajukan. Pertanyaan pertama ini terdiri dari deskripsi masalah, petimbangan dan pertanyaan. Secara singkat pertanyaan tersebut, deskripsi masalahnya: Saat ada acara dengan pembicara atau pengisi acara seorang da'i muda, banyak audien (santri) putri yang bersorak secara histeris. Padahal telah diketahui bahwa, fitnah muncul dari kecenderungan hati (mailul qolbi).
Dari deskripsi ini, ada beberapa pertimbangan, yaitu menghormati kyai dan keluarganya merupakan keharusan; sorak-sorak histeris sebagai ekspresi mencintai orang alim; kecondongan hari (mailul qolbi) merupakan awal dari fitnah.
Sedangkan, pertanyaan dari masalah pertama ini adalah bagaimana syariat memandang fenomena sorak histeris audien putri tersebut?
Seketika setelah sa'il selesai menjelaskan pertanyaannya, moderator menanyakan ke peserta, apakah penjelasan sa'il sudah jelas atau belum. Pertanyaan moderator secara bergemuruh direspon peserta. Dari beberapa peserta yang mewakili lembaganya, mengangkat papan nama lembaga, sebagai tanda mereka akan memberikan komentar.
Diskusi selanjutnya, terasa gayeng sampai pada keputusan yang dibacakan oleh mushohih dan selau diakhiri dengan pembacaan surah al Fatihah. Bahtsul masail ini menjadi forum ilmiah bagi santri-santri muda. Meskipun secara argumentatif belum memiliki bobot yang sempurna, tetapi dengan melihat forum ilmiah yang ber-referensi-kan kitab kuning (kitab turats), rasanya masih punya harapan bahwa, santri generasi Z ini masih bisa memegang warisan khazanah keilmuan pesantren yang sudah digeluti sejak ratusan tahun yang lalu.
Hal ini terutama jika membandingkan dengan kondisi generasi paska covid-19 secara umum, yang dari sisi literasi sungguh sangat memprihatinkan. Pondok pesantren masih cukup bangga, karena semangat untuk belajar masih terus tertanam. (Alba)