Kiai Nashir ketika disowani oleh seseorang, terkadang beliau memilih diam terlebih dahulu dan tidak akan memulai pembicaraan sebelum ditanya. Dalam beberapa kesempatan, ada yang kemudian memilih undur pamit karena kebingungan mencari tema yang dibicarakan namun ada yang tetap keukeuh membersamai Kiai Nashir, baginya itu sudah lebih dari cukup untuk mengambil momentum langka walaupun tidak ada sepatah katapun yang terucap selain doa penutup.
Di salah satu pengajian, Kiai Nashir pernah mencuplik hadits Nabi yang menerangkan indikator keimanan kepada Allah dan hari akhir di antaranya adalah berbicara yang baik atau diam (falyaqul khairan au liyashmut), hadits ini oleh beliau kemudian dibedah dengan menambahkan beberapa argumen terkait seperti surat An-Nisa’ ayat 114, hadits lain yang mengukur kebaikan Islam seseorang dari kemampuannya untuk meninggalkan perkara yang tidak ada manfaatnya (min husni islaam al-mar’i tarkhuhu maa laa ya’nihi), pendapat Imam Ghazali yang mengatakan bahwa termasuk pembicaraan yang tidak memberikan manfaat adalah pembicaraan berlebihan seusai melakukan perjalanan daan penjelasan Kiai Nashir ini lalu ditutup dengan cerita ‘lempar batu sembunyi tangan’ dari sahabat Thu’mah bin ‘Ubairiq yang mentang-mentang ia seorang sahabat Anshar menuduh seorang Yahudi bernama Zaid bin As Samin telah mencuri baju perang milik sahabat lain bernama Qatadah, proses penyelesaian hukum ini mengakibatkan perdebatan berlarut yang oleh Kiai Nashir diperbolehkan karena dianggap termasuk Ishlah bain an-naas yang disebutkan dalam surat An-Nisa’ ayat 114.
Yang ingin penulis sampaikan dalam hal ini adalah diamnya Kiai Nashir bukan hanya sebuah sikap alamiah manusia yang sedang tidak ada keinginan untuk berbicara, namun lebih dari itu ia merupakan sebuah sikap ilmiah yang didasari oleh berbagai pertimbangan pemahaman ilmu-ilmu agama. Kiai Nashir hanya memberikan jawaban atas persoalan yang ditanyakan dan memberikan hal-hal yang sifatnya prinsip sebagai sebuah pedoman. Sambutan beliau dalam rapat awal tahun ajaran baru misalnya, setelah diskusi mengenai teknis kegiatan belajar mengajar, beliau mengambil posisi untuk mengingatkan para guru bahwa memperbaiki kualitas akhlak itu lebih menjadi prioritas daripada mentrasnferkan ilmu pengetahuan belaka. Minterno wong bener luwih gampang timbang mbenerno wong pinter.
Dalam rapat kenaikan kelas, sebelum perdebatan angka minimal kenaikan kelas terjadi, seringkali Kiai Nashir memberikan pedoman mendasar yang mengingatkan bahwa ada tanggung jawab ukhrowi dalam memberikan nilai-nilai kepada siswa, bukan hanya tanggung jawab kepada wali murid yang menitipkan anak-anaknya untuk dididik. Pembagian tugas dalam rapat pimpinan dan staf menjadi lebih mudah dilakukan karena Kiai Nashir ingin suasana yang dibangun dalam organisasi yang dipimpinnya adalah suasana kekeluargaan, semua dapat memahami tugasnya masing-masing tanpa melupakan tanggung jawab bersama karena bisa jadi karena ada beberapa kendala ada tugas-tugas lain yang dapat digantikan.
Kiai Nashir yang sering mengaku tidak pernah mempelajari organisasi secara khusus ini mungkin tidak menyadari bahwa model kepemimpinan seperti ini yang ternyata kemudian dapat menggerakkan bagian-bagian organisasi yang dipimpinnya. Secara tidak langsung, Kiai Nashir justru mempersembahkan ruang ijtihad yang dapat dielaborasi dengan baik oleh orang-orang di sekitarnya. Di Pondok Induk, para pengurus secara bertahap mengimbangi peningkatan kuantitas santri dengan perbaikan kualitas yang dirasa perlu, seperti pendirian Bank Santri, Unit Jasa Boga (UJAGA), Pustaka Induk, Studio Bahrul ‘Ulum, Majalah Menara, Koperasi Pesantren (Kopontren) dan lain sebagainya. Di Madrasah Muallimin Muallimat Bahrul Ulum, para pimpinan dan staf menerjemahkan dengan baik apa yang dikehendaki Kiai Nashir, di antaranya adalah restrukturisasi prinsip administasi madrasah, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) secara online, website dan chanel youtube madrasah, sarana-prasarana dan lain-lain. Di Pondok Pesantren Putri Al-Fathimiyyah dan PCNU Jombang kiranya tidak ada perbedaan walaupun penulis tidak mengetahui secara langsung. Kiai Nashir tidak ragu untuk mengadakan evaluasi mendadak ketika ada hal yang beliau anggap keluar dari pedoman yang sudah ditetapkan. Ilmu ladunni organisasi.
Oleh : Robi Pebrian
Semoga kita semua dapat terus melanjutkan apa yang yang dipersembahkan Kiai Nashir tersebut dengan sebaik-baiknya persembahan.