Belajar merupakan proses yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Selama manusia masih menghembuskan nafas, maka manusia akan terus melakukan proses belajar, dengan intensitas yang berbeda-beda. Bahkan dalam ajaran Islam, belajar merupakan kewajiban yang dibebankan kepada umat Islam. Hal ini sebagaimana yang disampaikan dalam Hadist Nabi Muhammad SAW bahwa, setiap orang Islam diwajibkan untuk belajar (menuntut ilmu), serta tidak ada batasan waktu dalam belajar. Karena terkait dengan kewajiban belajar sejak dari ayunan sampai liang lahat.
Ketika belajar kita tidak bisa melakukannya dengan sendiri. Dengan kata lain, ketika belajar kita membutuhkan orang lain untuk mengajarkannya, atau kita membutuhkan subyek lain selain kita sebagai sumber belajar. Bahkan dalam keilmuan Islam, seorang pelajar dikatakan belum memiliki otoritas keilmuan tertentu sebelum dia memiliki sanad (rentetan pengajaran ilmu dari guru ke murid). Artinya dalam keilmuan Islam, peranan guru sangat menentukan, apakah seseorang memiliki ilmu yang otoritatif atau tidak ditentukan oleh gurunya.
Belajar dalam dunia pendidikan merupakan konsep pengetahuan yang banyak dijalankan oleh seorang pendidik. Guru yang berperan sebagai pendidik atau pengajar akan berusaha menyampaikan ilmu pengetahuan, menumbuhkan keterampilan dan mengembangkan sikap kepada murid-muridnya atau peserta didik dengan sungguh-sungguh dan giat. Karena itu, dalam proses belajar ada yang namanya teori belajar. Teori belajar dapat membantu guru atau pendidik untuk mendidik dan menyampaikan ilmu pengetahuan kepada murid atau peserta didik secara baik.
Namun, ada guru yang lebih suka mengajar berdasarkan pengalaman saat belajar. Maksudnya, dalam beberapa kasus, guru sudah menemukan cara jitu untuk mendidik dan menyampaikan ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya tanpa harus mengetahui teori belajar. Dia cukup menirukan atau menduplikasi cara atau metode yang digunakan oleh guru-nya dalam mengajar.
Teori belajar sendiri sangatlah banyak, tetapi teori belajar yang sering digunakan ada empat, yaitu teori belajar behavioristik, teori belajar kognitif, teori belajar konstruktivistik, dan teori belajar humanistik. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang empat teori belajar tersebut.
TEORI BEHAVIORISTIK
Teori behavioristik dirumuskan oleh dua orang, yaitu Robert Gagne dan Berliner. Dalam teori ini, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah laku. Sebagai contoh, siswa belum dapat mengi’rob kalam dalam Bahasa Arab. Walaupun ia sudah berusaha giat, dan gurunya sudah mengajarkannya dengan tekun, namun jika siswa tersebut belum dapat mengi’rob kalam, maka ia belum dianggap belajar. Karena ia belum dapat menunjukan perubahan perilaku sebagai hasil belajar.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau Input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Dalam contoh di atas, stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa. Misalnya dalam pelajaran Ilmu Nahwu guru menyampaikan tentang macam-macam i’rob, tanda-tanda i’rob dan sebab-sebab i’rob memiliki tanda tersebut, untuk membantu belajar murid sebagai stimulus yang diberikan oleh guru. Sedangkan menurut teori behavioristik, apa yang terjadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon sendiri. oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan murid (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur
TEORI KOGNITIF
Seorang psikolog asal Swiss yaitu Jean Piaget mengembangkan teori kognitif. Berkat teori dari Piaget ini, terlahir perkembangan psikologi yang berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Teori kognitif berbicara tentang manusia membangun kemampuan kognitifnya dengan motivasi yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap lingkungannya.
Berdasarkan teori belajar kognitif, belajar merupakan proses perubahan persepsi dan pemahaman. Dengan kata lain, belajar itu tidak harus berbicara tentang perubahan tingkah laku, baik berupa pengetahuan, keterampilan maupun sikap yang bisa diamati.
Setiap orang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang berbeda dan tertata rapi dalam bentuk struktur kognitif. Pengalaman dan pengetahuan inilah yang membuat proses belajar mengajar akan berjalan dengan baik. Teori ini dikatakan dapat berjalan dengan baik ketika materi pelajaran yang baru bisa beradaptasi dengan struktur kognitif atau kemampuan yang dimiliki oleh siswa.
Arti belajar dalam teori kognitif adalah proses perseptual (kemampuan memahami atau mencari makna dari data yang diterima oleh berbagai indra). Bisa dikatakan bahwa, perilaku seseorang dapat ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya dalam melihat situasi yang berhubungan dengan tujuan proses belajar mengajar. Teori ini mempercayai bahwa, belajar itu dihasilkan dari proses persepsi kemudian membentuk hubungan antara pengalaman yang baru dan pengalaman yang sudah tersimpan di dalam dirinya.
TEORI KONSTRUKTIVISME
Berdasarkan asalnya, teori konstruktivisme bukan bagian dari teori pendidikan. Sebenarnya teori ini bersumber dari ilmu filsafat terutama filsafat ilmu. Dalam filsafat ilmu, hal yang dibahas atau dijelaskan dalam teori ini adalah bagaimana proses terbentuknya pengetahuan manusia. Menurut teori konstruktivisme, pembentukan pengetahuan yang terjadi pada manusia berasal dari pengalaman-pengalaman yang telah dilewatinya.
Teori belajar ini berlandaskan pembelajaran kontekstual dengan menumbuhkan pengetahuan sedikit demi sedikit untuk menjawab berbagai kebutuhan dan masalah yang dihadapi. Teori ini ada kaitannya dengan teknik mengajar problem solving, yaitu mengajar yang bertujuan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dalam dunia social, belajar dengan teori ini adalah belajar hadap masalah, yaitu belajar untuk menghadapi masalah yang ada di depan mata.
Teori ini menekankan seseorang yang belajar memiliki tujuan untuk menemukan bakatnya, menambah pengetahuan atau teknologi, dan lain-lain yang dibutuhkan untuk mengembangkan dirinya.
TEORI HUMANISTIK
Teori belajar ini lebih cenderung melihat perkembangan pengetahuan dari sisi kepribadian manusia, atau melihat menusia sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT. Hal ini dikarenakan humanistik itu sendiri merupakan ilmu yang melihat segala sesuatu dari sisi kepribadian manusia. Teori belajar humanistik juga bertujuan untuk membangun kepribadian murid dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang positif.
Teori belajar humanistik lebih menekankan pada pembentukan kepribadian, perubahan sikap, menganalisis fenomena sosial, dan hati nurani yang diterapkan melalui materi-materi pelajaran. Dalam teori ini guru atau pendidik sangat berperan sebagai fasilitator. Guru berperan untuk memfasilitasi murid agar bisa menemukan peran dan masalahnya sendiri.
Teori humanistik menitikberatkan tujuan belajar adalah untuk “memanusiakan manusia”. Proses belajar dianggap berhasil jika siswa telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Memahami dan mengerti bahwa, dirinya adalah seorang manusia yang memiliki pengalaman, pengetahuan dan derajat yang sama, atau dalam kalimat lain, siswa sudah mampu mencapai aktualisasi diri secara optimal.
KESIMPULAN
Setiap teori belajar mempunyai kelebihan dan kekurangan. Jadi, setiap guru atau pendidik sebaiknya mencari teori belajar yang sesuai dengan karakter dari setiap murid. Dengan pemilihan teori yang benar maka proses belajar mengajar akan lebih maksimal dan hasil yang didapatkan dari proses itu berdampak baik bagi murid atau peserta didik.
Dalam proses belajar ada yang namanya teori belajar. Teori belajar dapat membantu guru atau pendidik untuk mendidik dan menyampaikan ilmu pengetahuan kepada murid atau peserta didik. Namun, ada beberapa guru yang lebih suka mengajar berdasarkan pengalaman saat belajar. Maksudnya, dalam beberapa kasus, guru sudah menemukan cara jitu untuk mendidik dan menyampaikan ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya tanpa harus mengetahui teori belajar.
Cara mengajar tersebut, bisa didapatkan dari cara mengajar gurunya, atau didapatkan dari pengalaman mengajar yang selama sekian waktu dilakukan. Cara mengajar dari guru didapatkan dengan meniru atau menduplikasinya. Sementara itu, cara mengajar yang didapatkan dari pengalaman, diperoleh dari sekian kali melakukan kegiatan mengajar. (Alba)