Muallimin Online,
Bidang Kesiswaan Madrasah Muallimin Muallimat 6 Tahun Bahrul Ulum Tambakberas Jombang bekerjasama dengan pengurus OSIS putra Madrasah Muallimin Muallimat, menyelenggarakan kegiatan bedah buku Filsafat untuk Pemalas karya Achmad Dhofir Zuhry, pada Jumat (31/10).
Kegiatan yang diselenggarakan di aula Kampus II madrasah tersebut dihadiri sekitar 200-an peserta, dari kalangan guru, siswa dan alumni. Hadir juga wakil kepala madrasah, H. Abdul Rohim Ma'ruf dan jajaran pimpinan madrasah. Dalam sambutannya mewakili kepala madrasah, Pak kyai Rohim berharap melalui kegiatan bedah buku ini bisa menjadi penyemangat bagi siswa. "Semoga melalui kegiatan ini, bisa menjadi penyemangat untuk rajin membaca, dan menginspirasi anak-anak dalam belajar", katanya memulai sambutan.
"Semoga juga melalui bedah buku ini, juga kegiatan-kegiatan yang lain, anak-anak bisa mengembangkan informasi yang diperoleh di sini", sambungnya.
"Acara seperti ini bisa menjadi acuan, sehingga kita bisa menjadi ulul albab. Ciri ulul albab itu tidak hanya berfikir, tetapi juga sholatnya bagaimana, perilakunya bagaimana. Dari sini semangat kita terus tumbuh untuk mengkaji, sehingga nanti bisa dicintai oleh Allah", katanya menambahkan.
Sebelum kegiatan diskusi buku dimulai, terlebih dulu dilakukan sosialisasi tentang program dari Yayasan Baitul Mal Brilian (BRI) Malang, termasuk program pemberian beasiswa. Dalam kesempatan tersebut juga dilakukan pemberian beasiswa secara simbolik kepada siswa madrasah.
Selanjutnya diskusi buku (bedah buku), yang disampaikan langsung oleh penulis buku, Achmad Dhofir Zuhry. Membuka diskusi, dia menyampaikan bahwa, berfilsafat itu bukanlah sesuatu yang sulit, asal tidak disulitkan, yang disambut tawa ringan peserta.
Dia juga memberikan statements juga bahwa, pesantren adalah matahari dalam tata surya keindonesiaan dan keislaman. Bahwa kelak dalam kehidupan banyak di temukan matahari-matahari yang lain. Hal itu tidak membuat matahari bernama pesantren menjadi padam.
Dalam pembicaraan yang lain juga, dia menegaskan bahwa belajar bukan hanya memindahkan isi buku ke kepala, tapi bagaimana menghadapi aneka kemajuan dan ketidakpastiaan di kehidupan nyata.
Di akhir penyampaian materi, dia menyampaikan betapa pentingnya membaca dan menulis, Membaca dan menulis harus menjadi tradisi, khususnya bagi pelajar dan calon pemimpin. Ini harga mati. Bagaimana memulainya?
1. Dari diri sendiri. Kita tidak perlu menunggu orang lain dan apalagi pemerintah untuk bangkit dan maju. Bukan tugas orang lain untuk mengupayakan kemajuan kita, tapi tugas kita sendiri.
Mulai dari yang kecil dan remeh;
2. Bangunlah komunitas baca-tulis yang berjejaring dan berkesinambungan, mulailah menjadi inisiator bagi kembang-tumbuhnya tradisi “The Next Baitul Hikmah” dengan memanfaatkan kemajuan saintek dan yang tak bisa ditunda lagi;
3. Mulai dari sekarang!
Kegiatan diakhiri dengan sesi tanya jawab peserta kepada pemateri dan foto bersama pemateri dengan seluruh peserta kegiatan. Suasana sore itu meninggalkan kesan mendalam — bahwa di balik kemalasan, selalu ada kesempatan untuk berpikir, memahami, dan menulis ulang cara kita memandang dunia.
(Fatih, Alba)
