Sebagai umat muslim Indonesia, sering kita mendengar tentang Bulan Muharram atau disebut selo (Jawa), Tasu’a, dan Asyura. Lalu apa sih yang menyebabkan Bulan Muharrom begitu fenomenal ?. Bulan Muharram sendiri adalah termasuk salah satu bulan-bulan yang dimuliakan Allah SWT (asyhurul hurum). Orang arab berkeyakinan bahwa di bulan tersebut diharamkan untuk berperang. Salah seorang Ahli Tafsir dari kalangan tabi’in yang bernama Qatadah bin Di’amah Sadusi rahimahullah menyatakan, ”Amal sholeh lebih besar pahalanya jika dikerjakan di bulan-bulan haram, sebagaimana kedzholiman di bulan-bulan haram lebih besar dosanya dibandingkan dengan kedzholiman yang dikerjakan di bulan lain meskipun secara umum kedzholiman adalah dosa besar”.
Terdapat banyak sekali peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah agama Islam sebagai cuilan rahmat kebesaran Allah SWT yang terjadi di bulan Muharram. Antara lain:
1. Nabi Adam diterima tobatnya setelah diturunkan dari surga.
2. Kapal Nabi Nuh berlabuh setelah badai besar.
3. Diturunkannya Kitab Taurat kepada Nabi Musa.
4. Allah mengampuni kesalahan Nabi Muhammad SAW yang telah lewat dan yang akan datang. Dll.
Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Qatadah di atas, bahwa amalan sholeh dilipat gandakan pahalanya di bulan-bulan yang mulia, dengan demikian maka segala jenis amal kebaikan dianjurkan untuk diperbanyak dan ditingkatkan kualitasnya di bulan Muharram.
Adapun ibadah yang dianjurkan khusus pada bulan ini adalah memperbanyak puasa sunnah, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, beliau berkata Rasulullah SAW bersabda :
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah (yaitu) Muharram dan shalat yang paling utama setelah sholat wajib adalah sholat lail” [ HR. Muslim(11630)
Puasa pada bulan tersebut yang paling di anjurkan adalah puasa Asyura’. Kata Asyura’ berasal dari (bahasa Arab: عَاشُورَاء,) ʿĀsyūrā’ adalah hari ke-10 pada bulan Muharram dalam kalender Hijriyah. Sedangkan asyura sendiri berarti kesepuluh. Puasa Asyura dilakukan pada hari ke-10 di bulan Muharram.
Sudah menjadi tradisi orang arab dulu bahwa tanggal 10 Muharram disunnahkan untuk berpuasa. Menurut Syekh Musa Lasyin (Wafat 2009 M), ada dua kemungkinan alasan orang Jahiliyyah berpuasa Asyura. Mengikuti syari’at Nabi Ibrahim as dengan tujuan memuliakan hari Asyura yang juga dibarengi dengan pemasangan kiswah untuk bangunan Ka’bah atau sebagai penebus dosa-dosa yang telah dilakukan di masa Jahiliyyah. Mereka merasa sangat bersalah dan meyakini puasa ‘Asyura mampu meleburnya.
Oleh karena itu, Rasulullah SAW juga menganjurkan umatnya untuk berpuasa di hari tersebut serta menambahi sehari sebelumnya untuk menghindari keserupaan (Tasybih) dengan kaum yahudi.
Terdapat hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA:
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
Artinya: "Dari Ibnu Abbas RA bahwa Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura dan menyuruh untuk berpuasa pada hari itu." (Muttafaq 'alaih).
Adapun yang dimaksud puasa di hari sebelum 10 Muharram itu adalah kita kenal dengan nama puasa Tasu’a. Satu akar kata dengan تِسْعَةٌ yang berarti sembilan.
Didalam kitab Riyadh Ash-Sholihin terdapat hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,
ولَئِن بَقيتُ إِلَى قَابِل لَأَصُومَنُ التَّاسِعَ
Artinya: "Seandainya aku masih hidup sampai tahun depan, niscaya aku akan berpuasa pada tanggal sembilan Muharram." (HR Muslim).
Tetapi belum sempat Rasulullah SAW melaksanakan puasa tersebut, beliau sudah wafat. Terkait hal itu para ulama sepakat bahwa meskipun Nabi tidak sampai melaksanakannya, tetapi beliau telah berkeinginan puasa serta berwasiat untuk berpuasa tanggal 9 Muharram.
Imam An-Nawawi dalam Syarah Riyadhus Shalihin mengatakan, anjuran puasa Tasu’a pada 9 Muharram dilakukan untuk membedakan puasanya orang Yahudi yang hanya mengkhususkan puasa tanggal 10 Muharram. Sehingga, puasanya umat Islam dikerjakan pada tanggal 9 dan 10 Muharram.
Sudah seyogyanya kita selalu meningkatkan kualitas amal ibadah kita, mumpung masih di bulan Muharram. Terlebih ada kesempatan mengeruk pahala sebanyak mungkin di puasa sunnah Asyura dan Tasu’a. Menjadikan Muharram sebagai ladang amal kebaikan bagi kita semua. Dengan menjalankan amalan-amalan tersebut semoga kita dapat meraih rahmat dan keberkahan dari Allah SWT.
Penulis : Hubbanaya Hilya Wahda Manaf (Siswa Kelas 5B Madrasah Muallimin Muallimat 6 Tahun)