Muallimin Online,
Sejak pertengahan tahun pelajaran 1990/1991, beberapa kelas di Madrasah Muallimin Muallimat Tambakberas, terutama untuk siswa MMP (sebutan bagi kelas 1-3 kala itu) memiliki seragam baru. Pada kepengurusan OSIS masa khidmat 1990/1991 tersebut, pengurus OSIS melakukan kegiatan pengadaan seragam batik bagi siswa Madrasah Muallimin Muallimat. Seragam dengan motif batik warna hitam di tengah badan tersebut ternyata melegenda dan bertahan sampai sekarang.
Sebelum ada seragam batik, yang saat ini menjadi seragam identitas utama (core identity jersey), siswa Madrasah Muallimin Muallimat diwajibkan berseragam hitam-putih untuk hari Sabtu-Ahad, putih-putih untuk Senin-Selasa, dan berpakaian bebas untuk Rabu-Kamis
Menurut mantan Sekretaris OSIS 1990/1991, HM Khoiruddin Adnan, gagasan pengadaan seragam baru yang dimotori OSIS tersebut, dilakukan untuk mengganti pakaian bebas yang dikenakan siswa pada hari Rabu dan Kamis. "Tujuannya adalah biar ada seragam pada hari Rabu dan Kamis, karena saat itu pada Rabu dan Kamis siswa berpakaian bebas", katanya.
Ketika ditanya kenapa berinisiatif menggunakan batik. Alumni tahun 1994 yang menjabat sekretaris OSIS saat kelas 3 tersebut menyatakan bahwa, dalam rapat disepakati pakai batik. "Alasan kenapa batik, agar terlihat lebih berwibawa", katanya.
Sementara itu, motif batik yang dipilih, dan akhirnya melegenda tersebut, menurut mantan Ketua OSIS 1990/1991, KH Nurul Afif, sebenarnya meniru motif batik salah satu madrasah di Pon Pest Qomaruddin Bungah Gresik. "Motif batik MMA yang digunakan adalah meniru motif batik seragam siswa di Pondok Qomaruddin Bungah. Gresik," katanya.
Menurut lelaki asal Gresik yang sekarang mukim di Mojokerto ini, setelah pengurus OSIS memiliki ide pembuatan seragam, kemudian disowankan kepada KH Abdul Djalil, Kepala Madrasah waktu itu. "Saat ada ide pembuatan seragam, (untuk pelaksanaannya) kita sowan ke Kiyai Djalil, dan beliau merestui cuma kita disuruh upaya sendiri", kenangnya.
"Kemudian kita sowan ke Kiyai Nasrullah (Waka saat itu), dan alhamdulillah beliau juga merestui. Kita juga minta pertimbangan ke TU, yaitu Pak Kasturi dan Pak Abdul Rohim, juga ke pembina OSIS", lanjutnya.
Karena untuk membiayai pembuatan harus diupayakan sendiri, sebagaimana yang dipesankan Kiyai Djalil, dia bersama pengurus OSIS yang lain berinisiatif mencari pinjaman dana ke salah satu santri yang memiliki dana saat itu, yaitu ke salah satu siswa MAN Tambakberas, kakak siswa Muallimin. "Setelah mendapat dana, selanjutnya kita mencari informasi produsen batik dan, setelah mencari ke beberapa tempat, akhirnya menemukan di daerh Candi Sidoarjo", ingatnya.
Setelah batik selesai dipesan, menurut Pak Khoiruddin, kain batik dibagikan ke siswa kelas 1 sampai kelas 4. Kelas 5 dan 6 tidak. Hal ini karena, seragam baru batik tersebut masih belum menjadi seragam Madrasah, tapi masih menjadi semacam seragam OSIS.
Pengadaan seragam batik ini, menurut Pak Afif, juga menyimpan kisah sedih. "Setelah batik dibagikan, karena sepenuhnya masih ditangani OSIS, ternyata banyak siswa yang tidak membayar. Jadi rugi besar. Saya tidak ingat bagaimana menyelesaikannya waktu itu," kenangnya sambil tertawa lebar.
Ketika mereka berdua diberitahu bahwa, motif batik yang mereka inisiasi dan sudah ada sejak 30 tahun tersebut masih digunakan hingga sekarang, mereka sangat berbahagia dan bersyukur. "Semoga terus digunakan sebagai ciri khas dan kebanggaan Madrasah", katanya.
Seragam batik MMA yang melegenda ini, ternyata menurut informasi, justru sudah tidak lagi digunakan di Madrasah dimana motif batik dicontoh. (ma)