Di lingkungan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, ada satu infrastruktur yang sangat vital bagi pergerakan santri. Terutama sejak berdirinya gedung baru Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Tambakberas di dusun Gedang desa Tambakrejo tahun 1998.
Infrastruktur tersebut adalah Jembatan Gedang. Jembatan yang melintas di atas sungai Tambakberas, yang membelah dusun Gedang yang ada di timurnya, dengan dusun Tambakberas yang ada di baratnya. Kedua dusun berada dalam wilayah administrasi desa Tambakrejo Jombang Jawa Timur.
Jembatan ini bisa dicapai dari arah barat masuk pintu gerbang utama Pondok Pesantren Bahrul Ulum, melewati perempatan Pondok Putri Allathifiyyah, lurus melewati jalan samping utara Masjid Jamik Bahrul Ulum Tambakbera, dan Pondok Induk Bahrul Ulum ke arah timur, melintasi beberapa kompleks (ribath) pondok sampai di sungai Tambakberas.
Bagi santri Pondok Pesantren Bahrul Ulum, jembatan ini merupakan jembatan yang penuh kenangan. Sebelum awal tahun 1990-an, jembatan ini masih berupa jembatan kayu dan bambu yang dibuat hanya untuk dilewati orang atau sepeda.
Bagi santri sebelum tahun 80-90-an, jembatan Gedang banyak dimanfaatkan sebagai sarana penyebarangan untuk bermain atau "menyepi" di wilayah dusun gedang saat waktu liburan ngaji atau bahkan tidak libur mengaji. Ada dua hal utama yang dituju di dusun Gedang saat itu.
Pertama, masjid Gedang. Masjid bersejarah bagi Nahdlatul Ulama, karena konon berdirinya Nahdlatul Ulama digagas melalui diskusi kecil di masjid ini, sebelum dibawa ke diskusi yang lebih besar di Surabaya. Hal ini karena, di samping masjid ini, dulu ada dua rumah tua, yang di salah satu rumah tersebut, Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama dilahirkan. Di masjid ini pula, rintisan kedua pondok Tambakberas dilakukan.
Masjid Gedang, di era 80-90-an dianggap oleh sebagian santri sebagai masjid yang angker. Banyak cerita santri kala itu, yang membolos sekolah atau ngaji dan tidur di masjid ini, melihat hal-hal gaib. Baik dalam mimpi atau saat terjaga.
Kala itu, lingkungan di sekitar masjid Gedang dan wilayah dusun Gedang masih sunyi. Sehingga bagi santri yang rajin, kondisi ini dimanfaatkan untuk menghafal prlajaran. Sebaliknya, bagi santri yang malas, kondisi ini dimanfaatkan untuk membolos.
Kedua, dusun Gedang pada saat itu dipenuhi pohon kelapa. Sebagaimana juga yang terlihat di wilayah desa Tambakrejo yang lain, bahkan di wilayah Jombang. Setiap rumah memiliki pohon kelapa, dan ada beberapa orang yang menjual kelapa muda. Jika ada santri yang beli buah kelapa muda, pemilik akan memanjatkan dan memetik buah kelapa muda langsung dari pohonnya. Aktifitas seperti ini sering dilakukan, terutama saat bulan muda (habis kiriman dari orang tua), dan pada saat libur mengaji.
Apa hanya itu fungsi jembatan Gedang? Ya, hanya untuk itu jembatan Gedang dimanfaatkan pada saat itu. Hampir tidak ada yang lain.
Namun, setelah gedung baru MTsN Tambakberas selesai dibangun di tahun 1998. Kemudian diikuti pembangunan beberapa kompleks (ribath) Pondok Pesantren Bahrul Ulum, gedung Madrasah Aliyah Wahab Habullah (MAWH), dan Gedung Serba Guna Hasbullah Said (GSGHS) yang semuanya berlokasi di dusun Gedang. Jembatan Gedang memiliki fungsi yang sangat vital. Karena tanpa jembatan tersebut maka santri atau siapapun yang akan mencapai lokasi di dusun Gedang akan memutar lewat gang III atau gang IV desa Tambakrejo. Cukup jauh jika berjalan kaki.
Karena fungsi vital-nya tersebut, maka sekitar awal tahun 90-an jembatan Gedang dibangun dengan konstruksi beton. Konstruksi tersebut sudah direnovasi 2 kali, dan kondisi saat ini sudah mulai ambles, dan cukup mengkhawatirkan.
Bagi siswa Madrasah Muallimin, yang gedung Madrasahnya ada di wilayah dusun Gedang. Jembatan Gedang merupakan sarana infrastruktur yang sangat dibutuhkan. Sama dengan yang lainnya. Jika jembatan ini tidak ada, maka semua siswa Muallimin yang menetap di pondok yang berada di wilayah Tambakberas, terutama di Pondok Induk, harus memutar melewati jembatan di gang III atau gang IV desa Tambakrejo.
Kondisi jembatan Gedang saat ini sudah ambles, terutama penyangga tengah jembatan. Sehingga badan jembatan terlihat melengkung ke bawah. Pagar jembatan-pun juga sudah ada beberapa yang ambrol. Sebenarnya sangat mengkhawatirkan. Karena sepanjang hari dan malam, jembatan ini dilewati oleh santri, dan beberapa kendaraan roda empat acap kali masih berani melintas di atasnya. Sudah harus diusulkan untuk direnovasi, dengan ketentuan kendaraan berat dilarang melintas. (ma)