Oleh: Budi Sanjaya, S.Pd (Guru MMA)
Di dalam Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, yang artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Al-Baihaqi). Sabda Rasulullah tersebut menunjukkan bahwa, akhlak yang baik atau akhklakul karimah menjadi pondasi penting orang-orang beragama.
Di Madrasah Muallimin Muallimat (MMA) 6 Tahun Tambakberas, siswa memiliki keistimewaan yang sudah sangat dipahami masyarakat, yaitu mengedepankan akhlakul karimah (akhlak yang terpuji). Siswa-siswi yang sering disebut dengan santri, mendapatkan pembiasaan yang ketat tentang akhlak. Sejak berangkat hingga pulang sekolah, mereka diberikan contoh dalam mempraktikkan akhlakul karimah.
Bagaimana sikap siswa kepada guru-gurunya dan teman sejawatnya selalu dalam bingkai pergaulan yang mengedepankan budi pekerti yang baik.
Para siswa di tanamkan dan distimulus dengan akhlak yang baik, mendalami ilmu agamanya, dan melaksanakannya, serta patuh pada guru, orang tua, dan juga cinta tanah air. Mereka memiliki jiwa nasionalisme sebagai implementasi hubbul wathon minal imaan.
Membahas persoalan akhlak, globalisasi menimbulkan perubahan sosial yang begitu cepat. Salah satunya berdampak pada penurunan akhlak siswa. Meskipun demikian, kepribadian siswa tidak perlu menjadi fundamentalis, yang akhirnya malah beraliran ekstrimist, akan tetapi ia tetap harus bersandar pada pemikiran para ulama salaf. Dalam artian tetap melanjutkan tradisi ulama terdahulu yang bernilai baik. Utamanya yang sejalan dan masih relevan dengan kondisi kehidupan sekarang. Sekiranya dianggap kurang cocok dengan peradaban zaman, maka tentunya kita tidak boleh menutup mata pada hal baru yang lebih baik. Siswa harus bijak dalam menyikapi perkembangan zaman. Siswa harus bisa tetap istiqomah berpegangan pada kaidah “Almuhafazhatu ‘ala qadim al-shalih wa al-akhzu bi al-jadid al-ashlah” (menjaga budaya lama yang masih relevan sembari menyesuaikan dengan budaya modern yang lebih baik).
Siswa Muallimin Muallimat dianggap alim saat ia memiliki keilmuan yang memadai dan berbudi pekerti baik, serta dianggap lemah lembut dan bijaksana saat ia bisa memposisikan diri dengan baik di tengah masyarakat. Atribut kekhasanya sebagai alumni Madrasah tetap dibawa walau sudah lulus.
Dengan populernya istilah generasi milenial tidak jadi alasan untuk meninggalkan tradisi ulama yang luhur seperti akhlak. Namun, itu justru menjadi motivasi untuk tetap istiqomah merawatnya.
Di Madrasah Muallimin Muallimat, siswa-siswi akan belajar dengan kegiatan kegiatan yang interaktif yang membantu anak anak mendapatkan bekal keilmuan agama dan pengetahuan umum serta mampu berkiprah dan sinergi di tengah tengah masyarakat dengan baik.
Kesuksesan alumni menjadi tolak ukur dari seorang siswa yang akan menimba ilmu di Madrasah. Kondisi inilah yang akhirnya diikuti oleh siswa lainnya untuk terus belajar dan mengembangkan diri di madrasah . Mengapa demikian?, Itu terjadi karena karakter building dan revolusi mental telah lama dilakukan dan diterapkan oleh Madrasah. Hal ini tidak lepas dari jasa pendiri Madrasah dan pemangku kebijakan di lingkungan Madrasah melalui programnya. Salah satunya program safari dakwah seperti khutbah jum’at dan bakti sosial di masyarakat. Bentuk bakti sosial yang dilakukan adalah dengan menerjunkan para siswa yang telah siap secara mental untuk berkiprah di masyarakat dan lembaga formal. Program yang digiatkan ini bertujuan sebagai media syiar Islam dan praktek lapangan bagi siswa untuk belajar bermasyarakat secara langsung.
Semoga bermanfaat.