Madrasah Muallimin Muallimat (MMA) Bahrul Ulum Tambakberas Jombang yang berdiri sewindu paska Kemerdekaan Republik Indonesia, dan mengajarkan berbagai pelajaran yang berguna di masyarakat, pastinya memiliki banyak alumni yang terpandang di masyarakat. Tak jarang juga alumni Madrasah ini menjadi tokoh terkemuka di bidangnya masing-masing. Seperti salah satunya Ibu Suqiyah Musyafa'ah, yang saat ini menjabat sebagai Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya.
Bu Suqiyah merupakan lulusan Madrasah Muallimin Muallimat tahun 1983. Beliau menempuh waktu belajar yang normal, yakni 6 tahun. Bu Suqiyah satu angkatan dengan Bapak H. Abdul Rohim Maruf, Wakil Kepala Madrasah Muallimin Muallimat. Beliau juga merupakan siswa yang mendapat peringkat pertama dari murid perempuan saat kelulusan. Sedangkan dari murid laki-laki adalah Pak Rohim.
Awal mesantren di Tambakberas, Bu Suqiyah turun kelas di kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah. Tetapi pada tahun 1977 ada perubahan kurikulum. Madrasah yang awalnya menggunakan kalender pendidikan tahun Hijriyah, berubah mengikuti tahun Masehi.
"Hal tersebut menguntungkan saya pribadi dan saya pun akhirnya tak ketinggalan dengan teman teman satu angkatan (yang sekolah di luaran)." tambah beliau. Hal itu pun menguntungkan beliau karena beliau naik ke kelas 1 MMA terhitung lebih cepat satu semester.
Dahulu para siswa jika mau masuk ke MMA harus turun dulu di kelas 4 Ibtidaiyah. Tetapi karena Bu Suqiyah lulus tes, maka beliau langsung masuk ke kelas 6 Ibtidaiyah.
Setelah lulus MMA, Bu Suqiyah melanjutkan kuliah di Universitas Sunan Kalijaga di Yogyakarta. Beliau menempuh studi Tafsir Hadits atas dorongan dan dukungan dari Kiai Ahmad Nashrullah Abdurrahim.
Beliau menempuh S1 dan S2 di kampus yang sama hingga pada tahun 1991. Setelah itu beliau kembali pulang ke rumah. Kemudian beliau menempuh gelar doktor di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surabaya, dan meraih gelar doktor saat berubahnya status IAIN Sunan Ampel Surabaya menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya.
Banyak kesan yang beliau ceritakan saat masih nyantri dan menjadi siswi di Madrasah Muallimin Muallimat. Bu Suqiyah mengatakan bahwa, seluruh pelajaran Madrasah pada zaman sekarang, tak ada bedanya sama sekali dengan zaman beliau sekolah pada zaman dulu. Mungkin yang berbeda hanyalah metode pengajaran dan waktunya saja.
Bahkan menurut bu Suqiyah, dulu pelajaran Nahwu dan Shorof ditempuh selama enam tahun dan pelajaran tersebut diampu oleh KH Abdul Djalil Abdurrahman. Pada saat itu, menghafal dan memaknai kitab Alfiyah Ibnu Malik dilakukan secara bergantian. Jadi, siswa-siswi pada jaman dahulu itu menghafal apa yang mereka sudah maknai dan sudah di terangkan.
"Kiai Djalil sangat piawai dalam mengajar para muridnya. Yang beliau tekankan bukan pada hafalan, tapi pada cara mengaplikasikan apa yang sudah dipelajari dalam contoh yang diberikan di setiap pertemuan," ungkap Bu Suqiyah
Pada saat itu, Kepala Madrasah Muallimat adalah Kiai Nashrullah, yang juga mengampu pelajaran Tafsir. Setiap pertemuan, Kiai Nasrul selalu meminta seluruh muridnya untuk maju ke depan kelas dan membacakan makna sendiri yang sudah diberikan.
"Metode pembelajaran inilah yang menempa kita dan membuat kita bisa membaca kitab nantinya," ujar Bu Suqiyah.
Kesan yang paling mendalam bagi ibu Suqiyah pada waktu belajarnya di Madrasah adalah diberi kitab atau buku dari KH Ahmad Nashrullah secara pribadi saat waktu beliau wisuda pada waktu kelas enam.
Guru-guru lain juga beliau ceritakan satu persatu, seperti KH Djamaluddin, Pak Kiai Ishom, Kiai Khudlori, Pak Kiai Hasan, serta Pak Kiai Shulton.
"Kalau Kiai Chudlori itu mengajar Mantiq sama balaghoh, kalau Kiai Djamal mengampu Ushul Fiqh, kalau pelajaran Hadits dan Tarikh Tasyri' itu Kiai Hasan. Sedangkan Kiai Sulthon itu pakar dalam bidang bahasa. Kiai Sulthon sangat pintar dalam bahasa Inggris," ujar beliau sembari mengingat.
"Model pembelajaran di Muallimin Muallimat ini yang membuat kita lebih siap saat kembali di masyarakat. Berawal dari ilmu Nahwu, yang membuat kita bisa membaca kitab. Lalu Ilmu Mantiq/logika di tambah juga dengan ilmu Ushul Fiqh membuat kita lebih siap dan mapan saat menghukumi apapun dalam kacamata fiqh," Sambungnya.
Yang terakhir dari bu Suqiyah bagi semua siswa yang masih belajar di MMA, beliau berpesan agar tidak meninggalkan tradisi belajar pesantren, "Pesan saya, Jangan meninggalkan tradisi belajar pesantren. Semua itu butuh dipikir yang matang, jangan grusa- grusu jadi orang," pesannya dengan intonasi mendalam.
Beliau juga berpesan tentang pentingnya ilmu nahwu. "Jangan remehkan ilmu Nahwu ya mas, ilmu Nahwu itu jendela untuk kita bisa membaca semua ilmu yang berasal dari teks ulama-ulama kuno," lanjutnya.
"Tekunilah Baca kitab kuning. Kalau tidak, ya hafalan Qur'an. Sekarang banyak universitas itu membuka beasiswa. Organisasi juga penting untuk memimpin." Pungkas Bu Suqiyah.
Ditulis: Ahmad Afiq Alhamidy (kelas 4A Putra)
(Hasil wawancara dengan Dr Suqiyah, Kalanganyar, Sedati, Sidoarjo. Kamis, 29 Desember 2022)