Dalam setiap kali rapat di Madrasah Muallimin Muallimat Tambakberas, atau setiap kali kesempatan berdiskusi dengan KH Abdul Nashir Fattah, yang saat itu menjadi Kepala Madrasah, seringkali menyampaikan tentang hak-hak yang harus diterima siswa. Misalnya, Kiai Nashir sering menyampaikan, "kita harus memberikan hak siswa untuk menerima pelajaran dengan baik", "siswa berhak untuk mendapatkan ilmu", dan pernyataan-pernyataan sejenis yang mengarah kepada upaya pemenuhan hak-hak siswa secara baik.
Dari pernyataan-pernyataan Kiai Nashir ini, kita bisa melihat bahwa, dalam memimpin dan mengelola Madrasah, Kiai Nashir selalu peduli dan fokus ke pelayanan kepada siswa sebagai penerima manfaat utama di Madrasah Muallimin Muallimat, dan menempati struktur terbawah dalam organisasi Madrasah.
Kiai Nashir juga sering menyampaikan, "guru tidak usah ngurusi hak-nya, dan fokus saja ke urusan bagaimana mengajar siswa sebaik-baiknya, atau melayani siswa sebaik-baiknya. Urusan hak-hak guru akan menjadi wewenang dan kewajiban Madrasah. Madrasah pasti akan memikirkan hak-hak guru".
Bahkan dalam salah satu kesempatan, Kiai Nashir secara ekstrim menyampaikan, "jika Madrasah tidak mampu memenuhi hak-hak guru, kami yang bertanggungjawab. Bahkan jika tidak ada, akan mencarikan hutangan sampai bisa memenuhi".
Artinya, dalam mengelola Madrasah Kiai Nashir tidak melulu peduli dan fokus di level struktur atas, tetapi justru yang sangat menjadi kepedulian dan perhatian beliau adalah struktur yang paling bawah. Nasib orang yang dianggap paling bawah yang selalu menjadi perhatian beliau.
Pertimbangan lain, kenapa harus fokus ke siswa. Mengutip apa yang juga sering disampaikan beliau bahwa, "kita ini diberi amanah untuk mengajar dan membimbing siswa, jika amanah tersebut tidak bisa kita jalankan dengan baik, maka disamping kita akan dituntut oleh orang tua, kita nanti di akhirat juga akan dituntut di hadapan Allah SWT". Jika sudah menyampaikan hal tersebut, selalu diiringi dengan air mata kesedihan beliau akan pertanggung jawaban kelak. Inilah sikap kehati-hatian beliau dalam menjaga amanah, yang terbawa menginspirasi seluruh jajaran di Madrasah.
Prinsip peduli dan fokus ke siswa ini betul-betul dijalankan saat terjadi pandemi Covid-19. Meskipun ada pembatasan dan larangan untuk membuka pembelajaran secara tatap muka di madrasah dan sekolah, Kiai Nashir berupaya agar pembelajaran dilakukan secara tatap muka. Hanya satu yang menjadi pertimbangan beliau, yaitu "kita diberi amanah oleh para orang tua untuk mengajar anak mereka, kalau tidak ada pembelajaran, terus bagaimana pertanggungjawaban kita kelak". Selalu itu yang menjadi pikiran, perhatian dan beban beliau.
Upaya beliau untuk bisa menjalankan pembelajaran secara tatap muka dicarikan alasan yang kuat. Alasan tersebut beliau sampaikan dalam beberapa kali rapat pimpinan Madrasah. Menurut Kiai Nashir, kebijakan pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19, terutama yang terkait pendidikan selalu berubah-ubah. "Hanya satu kebijakan pemerintah yang tidak berubah-ubah, yaitu terkait menjaga protokol kesehatan", kata Kiai Nashir saat itu, dan ini salah satu kejelian Kiai Nashir dalam melihat suatu peristiwa.
Berdasarkan hal tersebut, maka Madrasah Muallimin Muallimat menjalankan kegiatan pembelajaran daring hanya 3 (tiga) bulan, yaitu bulan April-Juni 2020. Setelah libur Hari Raya Idul Fitri 1441 H, pada bulan Juli 2020 Madrasah Muallimin Muallimat menyelenggarakan pembelajaran tatap muka kembali, meskipun dilakukan secara terbatas, dengan syarat menjalankan protokol kesehatan secara ketat, tanpa kompromi. Saat itu, kondisi cukup mencekam, hampir semua madrasah dan sekolah tutup dan melaksanakan pembelajaran daring, yang formatnya saat itu masih belum jelas.
Keputusan ini betul-betul berat tanggungjawabnya bagi Kiai Nashir, dan beliau memegang erat tanggungjawab tersebut. Sehingga hampir setiap hari, terutama di hari pertama pelaksanaan pembelajaran, Kiai Nashir secara langsung memantau di Madrasah. Karena bagi beliau, jika protokol tidak dijalankan dengan baik, dan di Madrasah terjadi klaster kasus Covid-19, maka Madrasah Muallimin Muallimat pasti akan menjadi bulan-bulanan dan dipersalahkan.
Semua keputusan Madrasah tersebut diambil hanya demi satu hal, yaitu agar siswa bisa menerima hak-hak mereka dengan baik dalam belajar. Tidak libur, tidak belajar jarak jauh, tetap belajar ketemu dengan guru secara langsung. Tidak ada alasan lain. Misalnya alasan tidak percaya adanya Covid-19, atau tidak mengikuti petunjuk pemerintah.
Beliau sejak awal cukup percaya dengan adanya Covid-19, meskipun kata beliau, "sakjane kito-kito iki ngelawan musuh sing ora ketok (semestinya kita-kita ini sedang melawan musuh yang tidak terlihat)". Covid-19 tidak bisa dilihat secara awam tapi nyata adanya. Beliau juga sangat taat terhadap anjuran pemerintah. Namun karena pemerintah juga gagap dalam menghadapi Covid-19, dan akhirnya kebijakannya berubah-ubah, akhirnya beliau secara jeli melihat, apa yang tidak berubah dari kebijakan tersebut. Beliau menemukan, yang tidak pernah berubah sejak awal adalah tentang ketentuan protokol kesehatan. Maka itulah yang beliau pegang.
Tidak Hanya Di Madrasah Di NU Juga Sama
Perhatian dan kepedulian Kiai Nashir untuk orang atau masyarakat yang dianggap berada di level paling bawah, tidak hanya dilakukan di Madrasah. Di organisasi Nahdlatul Ulama Cabang Jombang Jawa Timur, dimana Kiai Nashir selama beberapa periode ini menjadi Rais Syuriah-nya juga sama. Yang selalu menjadi perhatian dan kepedulian Kiai Nashir adalah warga NU yang berada di Ranting-ranting dan Anak Ranting NU di tingkat desa. Seperti yang telah kita ketahui, Ranting dan Anak Ranting merupakan struktur terbawah di organisasi NU.
Pada kepengurusan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jombang masa khidmat 2012-2017, Kiai Nashir selalu memberi saran agar program PCNU memberi pendampingan ke Ranting melalui pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) di tingkat kecamatan, sesuai dengan hirarki struktur organisasi NU. Sampai masa khidmat 2017-2022, pembinaan dan pendimpingan ke Ranting NU dirasa kurang berjalan optimal, baik untuk kegiatan keagamaan, sosial dan kemasyarakatan. Program PCNU dianggap berhenti di tingkat MWCNU, dan belum secara baik bisa memberikan pelayanan sampai ke tingkat Ranting.
Karena itu, dalam rapat persiapan pelaksanaan Konferensi Cabang (Konfercab) NU Jombang tahun 2022, Kiai Nashir dengan nada evaluatif berdasarkan temuan-temuan beliau saat berhadapan dengan pengurus Ranting menyatakan, “ternyata masih banyak pengurus Ranting tidak mengetahui tentang program yang telah dijalankan oleh PCNU Jombang. Padahal PCNU Jombang sudah secara maksimal menyusun program agar program-nya sampai ke Ranting-ranting dan bisa melayani Ranting sebaik-baiknya”.
Beradasarkan hal tersebut, Kiai Nashir menyarankan agar program PCNU Jombang untuk masa khidmat 2022-2027 lebih fokus lagi ke Ranting, tentu dengan tetap melibatkan pengurus MWCNU. Berdasarkan saran Kiai Nashir tersebut, panitia Konfercab membentuk tim untuk evaluasi dan tim penyusunan program. Kedua tim ini bekerja selama empat bulan untuk mempersiapkan program sesuai saran yang dikehendaki Kiai Nashir, yang akhirnya tersusun program dan disahkan dalam Konfercab PCNU Jombang 2022.
Kegiatan pokok dalam program tersebut adalah merencanakan kegiatan-kegiatan yang memfasilitasi pengurus MWCNU secara langsung, agar bisa melakukan pembinaan dan pendampingan secara intensif kepada pengurus Ranting, sehingga warga NU di Ranting, yang menjadi basis organisasi NU betul-betul terlayani dengan baik untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan yang ada di Ranting.
Itulah uraian gambaran tentang bagaimana kepedulian Kiai Nashir kepada orang atau masyarakat yang ada di level bawah, dengan cara pandang yang betul-betul ainur rahmah (pandangan kasih sayang). Memandang dengan ainur rahmah ini, beliau lakukan tentu tidak hanya di lingkungan madrasah atau NU secara khusus. Namun juga saat beliau melihat kondisi politik dan ekonomi secara umum. (Alba)