Oleh: Nila Iliyyatuz Zulfa
“Bukan hanya aku yang meradang, tuhan pun meradang!”, terbaca lagi kalimat itu di buku merah inspirator saya. Beberapa hari saya coba mengingat-ingat, kenapa saya menulis kalimat itu.Akhirnya saya baru ingat, sebelum saya menulis itu, saya sempat membaca essay dari salah satu Koran hari minggu favorit saya yang membahas tentang negri tercinta ini. Entah kenapa, imajinasi saya terbang pada seorang politikus yang sedang berkampanye. Bagaimana bisa orang-orang itu berkampanye? menebar janji-janji memukau untuk kemakmuran rakyat? Apa yang mereka pikir saat itu? Apakah benar-benar bertekad menepati janji atau hanya sekedar memabukkan rakyat dengan vodka berdosis tinggi hingga tanpa sadar si “bartender” itu?.
Akhirnya saya bingung sendiri dengan kemungkinan-kemungkinan jawaban yang pas untuk pertanyaan itu. Belakangan ini saya juga terpesona dengan ketua KPK, Abraham samad; ketua mahkamah agung, Mafudz MD; Bupati Tuban, Pak Fahul Huda dan manusia-manusia sakti lain (yang tidak saya sebutkan namanya) yang dengan berani pintar dan cerdas mengarungi dunia politik dengan perahu dan dayung keislaman. Untuk standart orang zaman sekarang, mereka benar-benar sakti.
Kembali pada kenapa saya dan tuhan meradang. Miris sekali, beramai-ramai rakyat mencemooh pemerintah negri, bahkan ada yang sampai membuat gerakan gabung dengan Amerika dan secara otomatis akan menjadi Negara bagian Amerika yang ke 51. Gerakan ini muncul dan tumbuh di Cianjur. Saya tidak habis pikir alasan mereka yang tidak puas dengan pemerintah yang hanya bisa bernyanyi di kursi putar empuk kan belum bahkan tidak berbuat apaun untuk rakyat kecuali hanya bisa membuat rakyat berimajinasi tentang sebuah keindahan kemakmuran. Lucu sekali. Menurut saya, gerakan ini muncul karena ketidakpuasan terhadap pemerintah yang mandul kemudian mereka berpikiran pendek dan repot-repot hendak merobohkan NKRI yang keramat. Sangat wajar sebenarnya ketika muncul gerakan karena ketidakpuasan dan menuntut kemakmuran seperti ini, tapi sebenarnya tak perlu susah-susah berkonspirasi dengan Amerika jika mendambakan kemakmuran.
Masalah seperti ini bisa diperbaiki dari segi yang paling pokok yakni dari SDM (Sumber Daya Manusia), baik dari pemerintah maupun rakyat yang harus unggul. Menurut filusuf jerman Friedrich Wilhem Nietzche dalam bukunya Also Sprach Zaratrustra membagi manusia menjadi 2 golongan. golongan pertama adalah golongan manusia yang berlindung dibawah kekuatan mayoritas. Golongan ini hanya itba’ pada pemimpin tanpa tahu mereka dibawa ngalor atau ngidul, disesatkan, ditipu, diperalat atau bahkan mereka tahu tapi tak peduli. Yang kedua adalah golongan manusia unggul, manusia yang bisa meningkatkan diri dari hanya sekedar manusia (humanus) menjadi lebih manusiawi (humanior), bukan mengekor masa yang hanya sami’ma wa atho’na tapi mereka mempunyai tujuan pasti kecuali menghianati pengikutnya.
Ada apa dengan pemuda negri seperti sekarang ini? mulai lupa pada Bangsa tempat dia dilahirkan, mecemooh pemerintah yang hanya gara-gara hal hula-hula, mulai dari kenaikan harga cabai, lampu mati, genter bocor, sampai WC macet tapi sampai memuja-muja tetangga sebelah,
bahkan sampai “ Menjual diri” ke Negara tetangga. Kalau sudah begini tak heran jika tuhan pun meradang.
Buktinya, rombongan bencana ramai-ramai mampir atau hanya sekedar numpang lewat ke Indonesia yang saya kira-kira sendiri itu merupakan cara tuhan menyapa Indonesia karena kebobrokan bangsa atau hanya sebagai pembelajaran bagi pemerintah tentang bagaimana metode menanggulangi becana-bencana yang kian hari kian “unik” dan membingungkan. Lihat saja cara tuhan memodifikasi bencana dengan berbagai style yang menarik sehingga menimbulkan rasa penasaran bagaimana ending ceritanya. Contoh keunikan kasus Century, Lapindo, Kasus Nazaruddin yang menarik Si Cantik Angielina Sondakh yang menggegerkan dengan jawaban-jawabanya yang sangat menarik, seperti ketika ditanya oleh pihak berwajib jawabannya selalu “gak tau e, lupa!” sampai pada kasus hama ulat bulu yang lucu. Tuhan mungkin beranggapan bahwa pemerintah kita perlu beljar lagi dari bencana-bencana unik yang diberikan kepada bumi bertiwi kita yang mulai sedikit hilang kekeramatannya.
Sebenarnya sadar atau tidak, Indonesia sangat dicintai oleh Negara asing. Banyak keunggulan dari Negri ini, salah satunya adalah eksotika alam, keramahan penduduk hingga berpotensi sebagai lahan bisnis yang menjanjikan, “ Tapi sayangnya para pemuda acuh dan masa bodoh terhadap bangsanya. Sikap inilah yang membuat Indonesia kacau balau.”, komentar Pandji dalam bukunya Nasionalisme. Sangat masuk akal jika sejak muda saja acuh dan masa bodoh pada prospektif, negri inilah yang menyebabkan kemakmuran Indonesia hanya seperti dongeng belaka.
Menurut saya, pemuda kita butuh sedikit pengertian dan pencerahan tentang bagaimana ruwetnya sebuah Negara yang tak semudah menggiring bebek. Berbagai hal yang sebenarnya bersifat membangun negri malah kadang dicemooh bahkan dihina-hina sebelum mereka menelaah terlebih dahulu tentang kebijakan itu dan terlalu negative thingking pada pemerintah sendiri.
Rendam sedikit gelora mudamu kawan! Pikirkanlah tentang apa yang terjadi di masa depan kala pemuda Indonesia tetap acuh dan masa bodoh pada bangsa sendiri atau malah yang lebih menakjubkan lagi membuat gerakan pemberontak terhadap NKRI secara terang terangan tanpa ada rasa malu pada para pahlawan.
Bangsa adalah wadah kehidupan, baik dalam beragama, bepolitik, berbudaya, tempat jutaan angan-angan, harapan-harapan, cita-cita, dll. Jika bangsa ini hancur, bagaimana kita bisa hidup tanpa hal-hal tersebut???