Sebelum menelusuri perjalanan kurikulum sekolah di Indonesia, beserta dengan perubahan-perubahan yang terjadi, kita kenali dulu apa itu kurikulum. Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I Pasal 1 angka 19, kurikulum adalah seperangkat rencana yang terdiri dari tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Secara ringkas dan umum, kurikulum adalah rencana pembelajaran, tidak hanya untuk sekolah, tapi semua lembaga yang menyelenggarakan proses pembelajaran. Namun, kurikulum banyak dipahami sebagai rencana pembelajaran di sekolah.
Perjalanan Kurikulum Sekolah Sejak Awal Kemerdekaan
Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, kurikulum pendidikan untuk sekolah-sekolah di Indonesia mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan-perubahan tersebut terus terjadi sejak pertama kali kurikulum disusun pada tahun 1947. Perubahan-perubahan ini bukanlah suatu yang tidak baik, karena setiap waktu tantangan dalam dunia pendidikan akan terus mengalami perubahan. Karena itu dibutuhkan kurikulum yang lebih bisa menjawab tantangan setiap waktu. Perjalanan sejarah perubahan-perubahan dalam kurikulum tersebut bisa diikuti dalam tulisan berikut.
1. Kurikulum 1947: Rentjana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda “leer plan” artinya rencana pelajaran, istilah ini lebih popular dibanding istilah “curriculum” (bahasa Inggris). Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan “Rentjana Pelajaran 1947”, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: (1) daftar mata pelajaran dan jam pengajaranya; (2) garis-garis besar pengajaran.
2. Kurikulum 1952: Rentjana Pelajaran Terurai 1952
Setelah “Rentjana Pelajaran 1947”, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang kemudian diberi nama “Rentjana Pelajaran Terurai 1952”. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Silabus mata pelajarannya menunjukkan secara jelas bahwa seorang guru mengajar satu mata pelajaran, (Djauzak Ahmad, Dirpendas periode1991-1995).
3. Kurikulum 1964: Rentjana Pendidikan 1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang sekolah dasar, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/ artistik, keprigelan, dan jasmani.
4. Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Dalam kurikulum ini tampak dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
5. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien. latar belakangi lahirnya kurikulum ini adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah "satuan pelajaran", yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi: tujuan instruksional (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
6. Kurikulum 1984: Kurikulum 1975 yang disempurnakan
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut "Kurikulum 1975 yang disempurnakan". Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan.
Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Akhirnya penolakan ke CBSA bermunculan.
7. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Sayang, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal.
Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat.
8. Kurikulum 2004: KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Sebagai pengganti kurikulum 1994 adalah kurikulum 2004, yang disebut dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu: pemilihan kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi; dan pengembangan pembelajaran.
KBK memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman. Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
9. Kurikulum 2006: KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Pelaksanaan KBK masih dalam uji terbatas, namun pada awal tahun 2006, uji terbatas tersebut dihentikan. Selanjutnya dengan terbitnya permen nomor 24 tahun 2006 yang mengatur pelaksanaan permen nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi kurikulum dan permen nomor 23 tahun 2006 tentang standar kelulusan, lahirlah kurikulum 2006 yang pada dasarnya sama dengan kurikulum 2004. Perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari desentralisasi sistem pendidikan.
Pada kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran, dihimpun menjadi sebuah perangkat yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
10. Kurikulum 2013
Pemerintah melakukan pemetaan kurikulum berbasis kompetensi yang pernah diujicobakan pada tahun 2004 (curricullum based competency). Kompetensi dijadikan acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan berbagai ranah pendidikan: pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam seluruh jenjang dan jalur pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah. Kurikulum 2013 berbasis kompetensi memfokuskan pada pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik.
Oleh karena itu, kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapaianya dapat diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilan peserta didik sebagai suatu kriteria keberhasilan.
11. Kurikulum Merdeka
Sebagaimana yang didesiminasikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemndikbud) dalam website Sistem Informasi Kurikulum Nasional disebutkan bahwa, sebagai bagian dari upaya pemulihan pembelajaran, Kurikulum Merdeka (yang sebelumnya disebut sebagai kurikulum prototipe) dikembangkan sebagai kerangka kurikulum yang lebih fleksibel, sekaligus berfokus pada materi esensial dan pengembangan karakter dan kompetensi peserta didik. Karakteristik utama dari kurikulum ini yang mendukung pemulihan pembelajaran adalah:
a. Pembelajaran berbasis proyek untuk pengembangan soft skills dan karakter sesuai profil pelajar Pancasila
b. Fokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi
c. Fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang terdiferensiasi sesuai dengan kemampuan peserta didik dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal
Dari rangkaian perjalanan perubahan kurikulum sekolah di Indonesia, sudah terjadi 11 (sebelas) kali perubahan. Kenapa kurikulum selalu berubah? Seperti yang dijelaskan di atas, tentu karena ada perubahan kondisi, baik sosial, politik dan ekonomi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dan negara, bahkan dunia. Perubahan tersebut bisa dari pendekatan dan metodologi saja, tanpa mengubah substansi-nya, namun bisa juga perubahan tersebut sampai ke substansinya.
Perangkum: Abu La Budda Adila (Alba)
Dari buku: Didaktik Metodik (Metodologi Pengajaran) oleh M Abdillah