Anak yang menempuh pendidikan Madrasah di Indonesia, akan menempuh masa ujian yang panjang. Bahkan, diklaim sebagai ujian terbanyak dan terpanjang masa-nya se-dunia. Untuk tahun pelajaran 2017/2018 siswa kelas akhir yang sekolah di Madrasah akan mengikuti setidaknya 3 (tiga) ujian.
Ujian-ujian tersebut antara lain Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dan, Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional (UAMBN). Untuk tingkat Madrasah Aliyah, UNBK terdiri dari 4 Mata pelajaran. USBN terdiri dari pelajaran selain agama, dan UMBN khusus pelajaran agama. UNBK diselenggarakan Kemdiknas dan Kemenag, USBN oleh Kemdiknas dan UMBN oleh Kemenag. Dari sini sekilas bisa dilihat, jika siswa betul-betul jadi “korban” adanya dua kementerian yang sama-sama ngurus pendidikan.
Ujian-ujian tersebut belum lagi ditambah Ujian Akhir Madrasah Nahdlatul Ulama (UAMNU). Ujian ini diikuti oleh madrasah-madarasah yang berada di bawah koordinasi dan pembinaan Lembaga Pendidikan Maarif NU (LP Maarif NU), yang mengujikan salah satunya pelajaran Aswaja (Ahlussunnah wal Jamaah).
Ujian lebih banyak lagi, bagi “madrasah khusus” seperti Madrasah Muallimin Muallimat 6 Tahun Bahrul Ulum Tambakberas. Siswa juga harus mengikuti Ujian Akhir Madrasah. Bagi siswa siswi Muallimin Muallimat sendiri, Ujian ini adalah ujian yang paling bergengsi. Keberhasilan belajar di Muallimin Muallimat diukur berhasil dan tidaknya dalam mengikuti ujian ini.
Dalam ujian ini, disiplin dan ketatnya mengikuti ujian betul-betul dilakukan. Nilai-pun betul-betul diberlakukan nilai murni. Karena itu, tidak heran jika prosentase siswa yang tidak berhasil lulus ujian terhitung besar. Untuk tahun pelajaran 2016/2017, dari 187 siswa siswi kelas akhir (kelas VI) yang mengikuti ujian akhir, ada 25 siswa siswi yang tidak lulus. Karena itu, Ujian ini memiliki kualitas dan “nilai gengsi” yang lebih tinggi dari yang lain.
Kembali pada panjangnya masa ujian di madrasah. Untuk siswa kelas akhir Madrasah Muallimin Muallimat, mengikuti hampir 2 (dua) bulan masa ujian secara terus menerus. Jadi, lamanya waktu ujian menyita hampir selama masa proses belajar tengah semester.
Apakah ini masalah? Untuk sementara bagi Madrasah Muallimin, panjangnya masa ujian ini merupakan konsekuensi dari masih teguhnya madrasah menjaga kurikulum salaf yang dirumuskan dan dimiliki sejak berdiri, sementara di sisi lain harus menerima dan melaksanakan sistem dan kurikulum pendidikan nasional di Indonesia yang sering berubah.
Jika dikatakan perubahan sistem dan kurikulum pendidikan nasional membawa korban, maka korban yang “paling menderita” adalah madrasah seperti Madrasah Muallimin Muallimat Bahrul Ulum Tambakberas. Satu sisi berupaya mempertahankan pelajaran yang diwariskan dari ulama salaf, tetapi di sisi lain harus sekuat tenaga menerima sistem dan kurikulum pendidikan yang sering berubah.
Bukan persoalan penyesuaian kepada perubahan struktur kurikulum yang bersifat substantif yang dirasakan berat, tetapi justru berat dalam merespon perubahan-perubahan dalam persoalan-persoalan teknis. Misalnya pelaksanaan ujian nasional dan negara, bantuan operasional sekolah, dan persoalan tetek bengek lainnya.
Bagaimana menyelesaikan masalah ini? Terutama masalah panjangnya masa ujian, serta lebih umum terkait sistem pendidikan. Tentu harus ada kebijakan dari negara, baik dari Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) atau Kementerian Agama (Kemenag). Bagaimana dua Kementerian ini bisa memfasilitasi madrasah semacam Madrasah Muallimin Muallimat, yang jumlahnya tidak sedikit, agar bisa lebih efektif dan efisien dalam melakukan proses pembelajaran, sekaligus dalam melaksanakan ujian. Karena kalau tidak, dalam kurun waktu tertentu ke depan, Madrasah-madrasah semacam ini, yang terbukti telah menghasilkan lulusan yang sangat baik, akan punah. (ma)