• madrasatuna.1953@gmail.com
  • 0321-865280 (Putri) / 0321-3083337 (Putra)
  • Home
  • Profil
    • Sejarah
    • Visi dan Misi
    • Sambutan Kepala Madrasah
    • Struktur Personalia Organisasi
    • Jenjang Belajar Dan Ijazah
    • Data Guru
  • Program
    • Program Strategis 5 Tahun (2023-2028)
    • Rencana Kerja 1 Tahun (2023-2024)
    • Rencana Kerja 1 Tahun (2024-2025)
  • Publikasi
  • Pengumuman
  • Download
  • Kontak

Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Non-Kolonial

  • Home
  • Berita
Artikel Senin, 16-Desember-2024 05:09 765

Beberapa hari ini, Menteri Agama RI yang baru, Nazaruddin Umar, dalam satu kesempatan menyampaikan bahwa, jika di Indonesia tidak ada kolonialisme, maka perguruan tinggi yang ada adalah Universitas Lirboyo, Universitas Langitan atau Universitas Tebuireng.

Apa yang disampaikan Menteri Agama tersebut, dari pendekatan sejarah masa lalu benar adanya. Kalau kita melakukan kajian sejarah, maka kita mendapatkan bahwa, lembaga pendidikan tinggi di wilayah yang sekarang menjadi Indonesia, sudah ada sejak masa kerajaan Nusantara. Mulai dari kerajaan yang paling tua, sampai kerajaan besar terakhir, Majapahit.

Di saat eropah mengalami masa gelap (dark age), karena tidak berkembangnya intelektual dan ilmu pengetahuan, di Nusantara sedang jaya-jayanya kerajaan besar Sriwijaya, yang menjadi pusat pendidikan tinggi agama Budha. Bahkan, menurut riwayat, para mahasiswa yang akan menempuh pendidikan di India, harus belajar di Sriwijaya.

Setelah masa keemasan Sriwijaya pudar, kerajaan besar selanjutnya di Nusantara adalah Majapahit. Dari berbagai bukti sejarah dan situs yang telah ditemukan, masa keemasan kerajaan Majapahit dibarengi dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan pusat-pusat pendidikan.

Setelah Majapahit runtuh, tradisi mengelola lembaga pendidikan dilanjutkan oleh para wali, sampai berdirinya pondok-pondok pesantren, yang berkembang saat kolonialsime Belanda mencengkeram erat di bumi Nusantara. Lembaga pendidikan pondok pesantren ini menjadi urat nadi berkembangnya ilmu pengetahuan, terutama yang berbasis ke buku-buku yang ditulis di masa keemasan Islam era Abbasiyah (Abbasid).

Keberadaan pondok pesantren beserta sistem pembelajarannya mampu bertahan ratusan tahun, sejak abad 16-17 masehi atau bahkan sebelumnya, sampai saat ini. Sebelum pemerintah kolonial Belanda melalui kebijakan politik etis-nya di akhir abad 19 (akhir tahun 1800-an) mendirikan sekolah-sekolah untuk kaum pribumi, pondok pesantren sudah menjadi lembaga pendidikan yang menempa pelajar untuk menggeluti ilmu pengetahuan. Bahkan, pondok pesantren menjadi basis gerakan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda, tidak hanya bergulat pada keilmuan murni.

Dari sini, jika ditarik akar "geneologi"-nya, pendidikan sekolah yang ada di Indonesia saat ini adalah warisan kebijakan kolonialisme Belanda. Karena itu, apapun modifikasi yang ditimpakan ke lembaga sekolah, watak kolonial-nya masih kentara. Apakah modifikasinya menggunakan pelajaran salaf pondok pesantren atau dengan memasukkan muatan lokal, watak post-kolonial-nya masih kentara.

Watak kolonial yang bisa kita lihat salah satunya adalah penyeragaman (misal dalam berpakaian), yang saat ini kita anggap sebagai kedisiplinan. Padahal dalam literatur pesantren kedisplinan tidak mengenal dengan penyeragaman. Kedisplinan di tradisi pesantren dilakukan dengan pengembangan intelektualitas, kesungguhan, kesabaran, petunjuk guru dan lamanya masa belajar.

Watak lain kolonialisme adalah dalam segi metodologi pembelajaran, yang di dalamnya mencakup sistematika pembelajaran, yang berbeda antara sistem sekolah dan pondok pesantren.

Kembali ke pernyataan Menteri Agama di atas, jika di Nusantara tidak ada kolonialisme, maka lembaga pendidikan di Indonesia tidak mengenal lembaga sekolah ala kolonial. Karena lembaga-lembaga pendidikan tinggi di Indonesia akan berbentuk pesantren-pesantren. Namun saat ini, banyak pondok pesantren yang mengadopsi sistem sekolah, yang jika tidak hati-hati maka pesantren akan menjadi sekolah dan kehilangan ruh pesantren-nya.

Oleh: Alba
 

Bagikan :

Tags

Lembaga pendidikan pondok pesantren kolonialisme Belanda menteri agama

Data dan Fakta

Jumlah Rombel 83 Rombel
Jumlah Total Siswa 3.003 orang
Jumlah Siswa Putra 1.500 orang
Jumlah Siswa Putri 1.503 orang
Guru dan Pegawai 203 orang

Pengumuman Terbaru

  • Edaran PTS I 2024/2025
  • Jadwal PTS I Tahun Ajaran 2024/2025
  • Brosur PPDB 2024

Berita Terkini

Evaluasi Dan Perencanaan Tahunan Program Madrasah, Kamad: Ada Progress Menuju Lebih Baik
Apel Akhir Tahun Dan Penerimaan Rapot, Bidang Kesiswaan Sampaikan Beberapa Hal Penting
Penerimaan Rapor PAT, Kepala Madrasah Ingatkan Siswa Untuk Bermuhasabah Setelah Melakukan Pembelajaran Selama Satu Tahun
Dalam Rapat Kenaikan, Pimpinan Madrasah Tekankan Hal Ini
Rapat Pleno Kenaikan Kelas Tahun Ajaran 2024/2025

Gallery

  • Album(4)
  • Video(25)

Link Pendidikan

  • UNIVERSITAS AL AZHAR
  • KEMENAG RI
  • PENDIS KEMENAG RI
  • PP BAHRUL ULUM

Tentang Kami

Madrasah Muallimin Muallimat 6 Tahun Bahrul Ulum Tambakberas Jombang didirikan pada tahun 1953 oleh KH Abdul Fattah Hasyim. Madrasah ini menjalankan kurikulum 70% pelajaran Salaf Pesantren dan 30% pelajaran Kurikulum Nasional. Siswa Madrasah Muallimin Muallimat mengikuti ujian negara tingkat Madrasah Tsanawiyah (MTs) bagi siswa kelas 3, dan mengikuti ujian negara tingkat Madrasah Aliyah (MA) bagi siswa kelas 6.

Profil
  • Sejarah
  • Visi dan Misi
  • Sambutan Kepala Madrasah
  • Struktur Personalia Organisasi
  • Jenjang Belajar Dan Ijazah
  • Data Guru
Alamat

Jl. Tanjung, dusun Gedang, Tambakrejo Jombang, Jawa Timur, Indonesia

Copyright © 2025 All rights reserved | mualliminenamtahun.net