Oleh: Ahmad Afiq Alhamidy (Kelas 3B1 Putra)
"Wallahu a'lam bisshawab", kata itu diucapkan oleh ustadz Ali, guruku di pondok pada pagi hari sekitar jam enam, dimana tanda pengajian sudah usai. Kala itu, tahun ajaran baru 2019/2020, dan sekolah sudah dimulai, apalagi bagi santri baru, yang akan mengikuti Matsama seperti diriku ini.
Dan hari itu, saya pertama kali memasuki Madrasah Muallimin Muallimat (MMA) gedung timur, yang digunakan bagi siswa putra. Saat pertama kali saya memasuki gedung Madrasah tersebut, di sana sudah ada ratusan bahkan mencapai seribu-an siswa yang sudah hadir di lapangan Madrasah. Saat itu saya agak sedikit telat. Dan seketika saya "nggumun" (rasa kagum, ed) di dalam hati, "Ya Allah, tibakne ngene yo sekolah ndek pesantren, ndek pondok-an" (Ya Allah, begini ya ternyata sekolah di pesantren, di pondok, ed). Saat itu saya juga melewati jalanan pesantren di pagi hari, bersama - sama dengan santri yang berbeda ribath (asrama) dan berbeda sekolah, dimana hawanya masih sejuk, dan "vibes"-nya itu loh, dapat gitu. Apalagi saat di Madrasah sudah mulai pembelajaran. Saat dikumandangkan lalaran nadham Alfiyah Ibn Malik, hati terasa hmmm, sejuk sekali, ditambah lagi pada saat itu, para siswa lama atau siswa senior, juga mengikuti lalaran tersebut, yang dipimpin siswa dari kantor dengan menggunakan pengeras suara, hati ini sudah luluh, dan lagi-lagi saya bertanya, "apa jadinya jika saya tak bersungguh-sungguh menghadapi anak sebanyak ini?", ucapku pada diri ini.
Ketika sudah hampir 2 (dua) tahun saya tholabul ilmi di Madrasah Muallimin Muallimat ini, saya mengambil beberapa pelajaran dan, sedikit saya tulis di buku catatan tentang pengalaman dan ibroh yang bisa saya dapat dari setiap guru mata pelajaran, baik di kelas satu maupun kelas dua ini.
NAHWU (Kitab Alfiyah Ibnu Malik)
Saat test masuk Madrasah, saya diutus abah saya untuk langsung mengambil test masuk kelas 1B, dengan alasan, sudah pernah mengaji di rumah. “Wes tau ngaji ngunu nak omah, isok lah melbu engko nak pondok yo njalok ulang pak Ali (sudah pernah mengaji di rumah gitu, bisa lah masuk, nanti minta ajari pak Ali)”, ucap abah saya saat itu, dan saya pun tak berani untuk menyangkalnya, alhamdulillah saat pengunguman, saya lulus test dan langsung masuk di kelas 1B.
Guru nahwu di kelas 1B saat itu adalah Pak Munir. Alamat beliau Kertosono, Nganjuk. Cara mengajar beliau, agak cepat dan, beliau sudah menjelaskannya di awal semester, "aku lek mulang cepet, tapi yo lek ulangan gak angel kok (Saya kalau mengajar cepat, tapi kalau ujian tidak sulit kok)". Itu menjadi tantangan tersendiri bagiku dimana saya belum terbiasa memaknai Arab dengan cepat, dan hal tersebut membuatku minder dan takut bagaimana jikalau saya tidak naik kelas nantinya dan, satu saat sempat ingin meminta dispensasi untuk turun ke kelas 1A. apalgi ada teman saya yang bilang ke saya "Sakjane lek gak teko MI-BU yo kelas 1A disek lah (Sebenarnya kalau tidak dari Mi-BU ya kelas 1A dulu lah)". Tapi saya tak menggubris omongan teman saya tersebut. Toh banyak pelajaran kelas 1A sudah pernah saya pelajari dirumah.
Seiring waktu, saya mulai beradaptasi dengan pembelajaran Pak Munir, serta beradaptasi dengan keadaan juga, banyak kata-kata mutiara yang kudapat dari pak munir salah satunya adalah dari bait kitab Imrithi yang berbunyi :
يا كاشف البلوى ويا أهل الثناء
. ويالطيفا بالعباد الطف بنا
"Wahai sang penyembuh segala penyakit, wahai sang ahli pujian, wahai sang pelembut para hamba, lembutkan lah (hati) kita."
Dan bait tersebut dipilih pak munir sebagai contoh salah satu tanda isim yaitu, di awali huruf nida.
Di kelas 2B, Nahwu diampu oleh P. Nur Kholis. Beliau juga mengajar di MAN Tambakberas. Penjelasan Nahwu beliau sangat jelas, detail, dan mudah difahami. Beliau juga sering menyelipkan anekdot-anekdot kecil di setiap pembelajaran dan, juga dalam memberikan contoh. Beliau sangat bertanggung jawab atas kepercayaan yang sudah diberikan oleh pihak Madrasah, meskipun jam mengajar beliau di Muallimin "crash" dengan jam mengajar di Muallimat, beliau tidak pernah protes d kepada pihak Madrasah, dan itu beliau jalani meskipun harus bolak-balik gedung timur gedung induk.
Beliau tidak pernah mendekte para siswa nya untuk mencatat pelajaran, beliau selalu membawakan fotokopi-an kertas yang sudah berisi penjelasan pelajaran yang akan di pelajari di hari tersebut.
Salah satu kata mutiara yang saya ingat sampai sekarang adalah "Tidak faham itu juga anugrah dari Allah, bayangkan jika kita sekali belajar, sekali menghafal itu langsung faham, langsung hafal dan tidak pernah lupa, maka tidak akan ada belajar, tidak akan ada mutholaah, sampai sampai muncullah bibit bibit sombong dalam diri kita".
SHOROF ('Aunul Malik Al ma'bud Taqrirot Nadhom Maqsud)
Pak Slamet Sayyid adalah pengajar shorof kelas 1B kala itu. Cara mengajar beliau adalah dengan maknai kitab, menuliskan keterangan di papan (Tentu dengan pego), lalu menjelaskan keterangan yang ada di papan tersebut.
Namun beliau tak lama ini wafat, pada akhir 2020 lalu. Semoga amal ibadahnya diterima oleh Allah SWT. Amin yarobbal alamin. Lahu Alfaatihah...
Sedangkan, di kelas 2, Shorof diajar Pak Harun. Beliau adalah guru sepuh, dan selalu memakai peci kain bundar itu ciri khas beliau. Pada saat akhir pelajaran, beliau memulai tashrifan beberapa lafadz yang ditemui saat maknai kitab dan diikuti oleh seluruh siswa, baik tasrhif isthilahi maupun tashrif lughowi.
HADITS (Bulughul Marom)
Ada sedikit keunikan dalam mata pelajaran Hadits di Madrasah ini, khususnya pada kelas 1B dan 2B. Dimana pada 2 kelas, mapel hadits diampu oleh 2 (dua) orang Gus kakak beradik, yaitu Gus Iqbal di kelas 1 dan Gus Nuril Hida di kelas 2.
Gus Iqbal di kelas satu, saat memaknai kitab, cenderung banyak memakai dengan Bahasa Indonesia, dengan alasan agar para siswa bisa lebih paham. Karena banyak siswa yang masih belum paham beberapa makna Jawa ala pesantren. Juga pada saat akan ulangan, beliau memberikan beberapa bocoran soal yang akan diujikan, "Aku niru mbahku, Mbah Fattah, tapi aku titik ae gak kabeh, mbah fattah biyen lek kate ujian, kabeh soal di dudohno murid-e (saya meniru mbah saya, Mbah Fattah, tapi saya sedikit saja tidak semua. Mbah Fattah dulu kalau mau ujian, semua soal diberitahu ke muridnya)", ucap beliau.
Sedangkan Gus Nuril mengajar di kelas 2. Seluruh makna menggunakan Bahasa Jawa asli ala pesantren, dan sering merujuk pada kitab syarah, jika lafadz terlalu sulit. Beliau juga selalu memulai dengan kata "qoolal muallif" ketika membacakan hadits baru atau saat memulai memberikan penjelasan pada hadits yang selesai dibacakan.
TAFSIR (Tafsir Al Jalalain)
Gus Amin, begitulah kami memanggil beliau, guru tafsir saat masih kelas 1B. Beliau merupakan putra dari Kyai Yahya Hamid. Beliau memiliki banyak kesibukan di luar mengajar. Beliau sering berjalan-jalan mengitari kelas saat jam pelajaran berlangsung, beliau juga sering menyuruh saya untuk membelikan segelas air mineral di tengah-tengah pelajaran berlangsung, yang nantinya akan diperebutkan para siswa saat Gus Amin sudah meninggalkan kelas dan unjukan (minuman) beliau masih tersisa.
Kelas 2B tahun pelajaran itui, diampu oleh Pak Luthfi. Semangat beliau memotivasi saya. Dimana beliau jarang sekali tidak masuk dan, selalu tepat waktu. Beliau juga sangat sabar dan penyayang. Dalam sekali pertemuan beliau bisa memaknai sampai beberapa halaman kitab Tafsir Jalalain.
TAUHID (Fathul Majid)
"Nama saya Muhammad Ahmad Sahal, ini hari pertama ngajar di sini. Saya lulusan Madrasah ini tahun 2014", begitulah beliau Pak Sahal memperkenalkan diri di hari pertama beliau mengajar di kelasku. "Guru baru, ilmu seperti guru lama" Begitulah saya mengenalnya. Beliau hafal maqolah-maqolah Arab dan tak jarang membagikan maqolah-maqolah tersebut kepada para siswa.Setiap beliau mengucap maqolah tersebut, saya selalu menulis sampai pada satu waktu beliau bertanya "Lapo pean tulis mas, pean gak ero ta maqolah iki (kenapa kamu tulis mas, kamu tidak tahu ya maqolah ini)", ucap beliau saat mengucap maqolah:
خذ ما صفا ودع ما كدر
"Ambillah yang jernih, tinggalkan yang kotor”
Saya menjawab. "Dereng pak, kulo dereng semerap maqolah niki, kulo tasek enggal mondok (Belum pak, saya belum tahu maqolah ini, saya masih baru masuk pondok)". Hal itu membuat beliau takjub. Karna pada saat itu, hanya saya yang menulis maqolah tersebut.
Pak Sahal juga salah satu guru yang sangat memperhatikan para siswanya, terutama pada masalah "Taftisyul Kutub" (cek kitab yang dimaknai, ed), beliau menyuruh semua siswa menambal agar lulus dalam taftisyul kutub dan menambah nilai rapor.
Sedangkan, di kelas 2B, Tauhid diampu Pak Abdul Adhim. "Saya ketua gugus covid MMA, setiap pelajaranku kudu gae masker kabeh", ucap Pak Adhim saat memperkenalkan diri. Pak Adhim juga tidak beda jauh dengan Pak Sahal. Beliau terlihat sangat menguasai kitab yang dipelajari (Fathul Majid). Beliau juga sering meninggalkan kelas pada saat di tengah tengah pelajaran dikarenakan kesibukan beliau menjadi Ketua Gugus Covid MMA tersebut. Beliau sangat sensitif bila ada siswa yang tidak memakai masker.
FIQIH (Manhajut Tullab)
Salah satu pelajaran favorit saya adalah pelajaran Fiqih, yang diasuh oleh Pak Ulil Abshor Faqih di kelas 1B. Beliau selalu memperhatikan para siswa, ceria, dan tak pernah memasang wajah cemberut serta sabar. Raut wajah beliau menyenangkan dan jelas dalam penyampaian. Itulah sebab minimnya siswa bolos pada saat jam pelajaran beliau. Beliau juga sering mengulangi pembahasan suatu bab dalam kitab dengan alasan agar para siswa lebih paham secara mendalam.
Apalagi pada bab haidl dan istihadloh, beliau sangat menekankan pembelajaran pada bab tersebut, bahkan beliau memberi 1 buku tipis pada setiap siswa yang berisi tentang penjelasan bab tersebut. "Gausah di ganti duwek, belajar ae seng temen (tidak usah diganti uang, belajar ae sing temen)", ucap beliau saat memberikan buku tersebut.
Sedangkan di kelas 2B, Pak Robi Febrian yang menjadi guru pada pelajaran ini. Beliau juga menjadi kepala Pustaka MMA, dimana beliau menjadi penanggung jawab setiap buku yang dicetak oleh Pustaka MMA, bahkan beliau juga menyusun beberapa buku yang nantinya akan dipelajari di Madrasah, salah satunya seperti kitab Al-insya Bil-Anmath jilid 1 2 3. Tetapi, kesibukan beliau tersebut tidak menjadi penghalang untuk terus mengajar Fiqih para siswa. Beliau juga sering menyelipkan sedikit lelucon saat menceritakan sejarah mondok beliau di Pondok Induk.
INSYA' (Al Insya' Bil Anmath)
Pelajaran yang diampu oleh Pak Rodli saat di kelas 1, sempat membuat beberapa siswa bingung dan agak bosan. Dimana di setiap pertemuan selalu mengartikan beberapa kalimat, baik Arab ke Indonesia maupun Indonesia ke Arab. Tetapi, setelah perlahan lahan, kami mengetahui bahwa belajar tidak boleh bosan dalam mata pelajaran apapun. Perlahan, kami pun mulai tak bosan dengan semua pelajaran, khususnya pelajaran Insya' ini.
Di kelas 2 selain Fiqh, Lagi lagi, Pak Robi menjadi guru saya untuk pelajaran Insya’. Di kelas 2, sudah memakai kitab Insya Bil Anmath cetakan Pustaka MMA yang dikarang oleh Pak Robi sendiri. Pak Robi pun sangat menguasai isi kitab ini, bahkan dalam halaman-halaman nya sekalipun. Ini membuat pelajaran insya semakin menyenangkan dan pelajaran tidak monoton, tapi sebagian besar tetap menggunakan metode terjemah dan kebanyakan di kitab Insya' ini, mengartikan dari bahasa arab ke indonesia.
TAREKH (Duruusut Tarikh Al Islami)
Di kelas satu, pelajaran Tarekh menggunakan kitab Duruusut Tarikh Al islami. Kitab yang diampu oleh Pak Khoirul Anam ini belum saya kenal sebelumnya, tidak seperti beberapa kitab yang lain. Saat di awal-awal pembelajaran kitab ini, saya sangat menyenangi dalam setiap pelajarannya, apalagi Pak Anam selalu menyelipkan anekdot lucu di setiap penjelasannya bahkan pada saat memaknai kitab. Pak Anam juga salah satu guru yang selalu memerhatikan muridnya terkait taftisyul kutub dan, jika tidak lulus pada bab taftisyul kutub, nilai murid tersebut dikurangi pada nilai raport.
"Subhanallah, akhir e diwulang ustadz lulusan luar negeri", batinku, saat pertama kali diajar Pak Abbas, guru tarekh kelas 2B lulusan Universitas Al Azhar Mesir. Di kelas 2B ini, pelajaran Tarekh tetap memakai kitab yang sama yaitu Durusut Tarikh Al Islami.
Pak Abbas sangat perlahan- ahan dalam memaknai kitab. Bahkan pernah dalam satu pertemuan, beliau tidak memaknai kitab satu lafadz pun, beliau hanya bercerita tentang pengalaman beliau, baik saat di luar negeri maupun di waktu beliau yang lain. "Pelajarane titik ae pengalaman ku ae seng tak critakno jupuk en ibrohe dewe (pelajarannya sedikit saja, pengalamanku ae yang saya ceritakan sebagai ibroh)", ucap beliau saat menceritakan salah satu pengalaman beliau.
Metode beliau yang pelan-pelan dalam memaknai dan memberikan keterangan, membuat para siswa sangat menikmati penjelasan demi penjelasan dari beliau.
MUTHOLAAH (Rofiqi Dan Al Arobiyah Linnasyiin)
Pertama kali saya melihat jadwal, saya tertegun, "Ha? Mutholaah, Opo iki mosok yo mutholaah kitab dewe". Tapi setelah beberapa hari saya mengerti. Ternyata pelajaran Bahasa Arab, Ucap saya. Pada waktu kelas satu, Pelajaran mutholaah ini di asuh oleh Pak Hanafi. Beliau orangnya sangat disiplin dalam bab apapun, seperti kebersihan kelas, kelurusan bangku, serta kerapian pakaian para siswa.
Setiap akan dimulainya pelajaran, beliau semua siswa disuruh untuk berdiri guna mengetahui siapa saja bajunya yang belum dimasukkan kedalam celana. Pelajaran mutholaah di kelas satu menggunakan kitab Rofiqi Karangan Syekh 'Asyiq. Di dalam kitab tersebut, Syekh menjelaskan bahwa kitab Rofiqi ini adalah kitab yang baru. Sedangkan di kelas 2, sudah tidak menggunakan kitab Rofiqi lagi, melainkan sudah ganti ke kitab Al Arobiyyah Linnaasyiin.
Kitab ini diampu oleh Pak Isbah Habibi. Dimulai dengan tanya jawab tentang beberapa kosakata yang sulit, mengartikan bersama, dan biasanya diakhiri dengan presentasi beberapa siswa yang ditunjuk untuk maju kedepan, begitulah cara mengajar beliau.
AKHLAQ (Ta'limul Mutaallim)
Sudah dapat ditebak dan dipastikan bahwa, pelajaran akhlaq pasti memakai kitab Ta'limul Mutaallim karya Syekh Azzarnuji. Pak Afifuddin SAH (Putra Kyai Soleh Abdul Hamid, beliau juga merupakan adik dari Kyai Irfan Sholeh) menjadi pembaca kitab ini di kelas satu.
Banyak maqolah maqolah dan kata kata mutiara yang terdapat di kitab ini, salah satunya adalah:
غير عناء والجنون فنون # تمنيت أن تمسى فقيها منا ظرا
"Engkau ingin untuk menjadi orang faqih ahli nadzor dengan tanpa susah payah, (Ingat, Bahwa) gila itu banyak macamnya (termasuk dirimu)"
Bait di atas menjelaskan bahwa saat kita ingin sukses dan berhasil, mau tidak mau harus melewati susah payah perjuangan.
Almarhum Pak Slamet menjadi qori kitab ini di kelas 2. Tetapi, saat beliau wafat, Pak Afifuddin SAH kembali menjadi pengajar kitab ini.
FAROIDL (Taqrirot Iddatul Farid)
Pelajaran Faroidl Di MM hanya dipelajari di kelas dua, dengan menggunakan kitab cetakan Madrasah sendiri yang berisi penjelasan dan taqrirot (penjabaran) oleh al Mukarrom al Maghfurlah KH Abdul Djalil tentang ilmu warisan yang merujuk pada nadzhoman "Iddaatul faarid" karya Syekh Said Bin Syibhan Alhadromiy".
Semangat, Tepat waktu, perhatian pada siswa, itu adalah sifat beliau Pak Ubab, Pengajar Faroidl di kelas 2 ini. Beliau agak keras dalam mengajar.
Pernah suatu ketika, saat saya tengah menulis keterangan yang ada di papan, beliau memanggil saya "Afiq (Sontak saya terkaget), pon mantun nulise (sudah menulisnya)?" ucap beliau saya pun menjawab, "dereng pak (belum pak)".
Beliau berkata lagi "Sek mandek sek nulis e maju-o pean tulis keterangan selanjut e, tak dikte (Sebentar, berhenti dulu nulisnya, kamu maju, tulis keterangan selanjutnya, saya dikte, ed)". Saya pun maju kedepan dan menulis keterangan yang didekte oleh beliau. Itulah pertama kali saya diutus guru untuk menulis keterangan di depan kelas, di hadapan para siswa yang sebaya dengan saya.
Inilah sedikit cerita dan pengalaman saya selama belajar di Madrasah Muallimin Muallimat Tambakberas yang kurang lebih berjalan lebih kurang 2 tahun. Semoga mendapat ilmu yang banyak, manfaat, barokah.
editor: ma