Oleh: Ahmad Afiq Al Hamidy (Kelas 4A Putra)
Madrasah Muallimin Muallimat (MMA) 6 Tahun Bahrul Ulum Tambakberas didirikan oleh KH Abdul Fattah Hasyim atas restu dan dukungan dari KH Abdul Wahab Hasbulloh pada tahun 1953. Awal mulanya, Madrasah ini ditempuh selama 4 tahun. KH Djamaluddin Ahmad dan Nyai Hj Zubaidah Nashrullah, termasuk santri Tambakberas yang menjadi lulusan program 4 tahun tersebut.
Para sepupu Kiai Fattah menjadi guru-guru di awal perintisan Madrasah. KH Abdul Djalil Mojokrapak dan KH Chudlori Ngrawan saat itu juga membantu menjadi guru, yang mengajar di Madrasah hingga akhir hayat.
Sejak berdirinya, Madrasah dipimpin oleh beberapa orang Kiai, yang semuanya mewariskan keteladanan bagi siswa. Kiai-kiai tersebut kami sebutkan satu persatu di bawah ini.
KH Abdul Fattah Hasyim
Pada masa awal awal berdirinya, kepala madrasah dipanggil dengan panggilan direktur. Sejak awal pendirian, Kiai Fattah terjun langsung mengurus manajerial madrasah. Hingga satu waktu Kiai Fattah menunjuk pak Mamas, seorang pendatang dari Kalimantan untuk mengelola manajerial Madrasah.
Kiai Fattah merupakan seorang pendidik yang tegas dan penuh kedisiplinan. Beliau tidak suka jika ada anak yang telat masuk sekolah. Selama beliau mengajar, beliau sendiri yang mengatasi jika ada siswa yang telat masuk sekolah dan memberinya sanksi.
Kiai Fattah juga merupakan seorang yang tak banyak bicara. Kemampuan berbicara yang dimiliki oleh beliau sangat bagus. Sehingga beliau hanya berbicara sedikit saja tetapi sudah bisa memahamkan banyak orang, itulah yang beliau lakukan saat mengajar para siswa di dalam kelas.
Kiai Fattah sendiri yang menggagas adanya kurikulum madrasah yang menggunakan pegangan kitab kuning, tetapi dengan tetap mengacu pada kurikulum sekolah pendidikan guru agama (PGA), yakni saat masa sekolah hanya 4 tahun.
Kiai Fattah terkenal ahli al Qur'an. Pengajian Al-Qur'an bil makna, dikhatamkannya hanya dalam waktu 15 hari di bulan Ramadhan. Tiap bakda Ashar. Bisa dibayangkan betapa lancarnya Kiai Fattah memaknai ayat Al Qur'an. Durasi 1 jam mampu membacakan makna 2 juz Al-Qur'an untuk para santri Tambakberas.
Kiai Fattah juga terkenal alim di berbagai fan ilmu. Ilmu Manthiq, Faraidl dan Hadits adalah keahlian kiai Fattah. Mbah Kiai Wahab, paman Kiai Fattah, pernah menyatakan "Kediri-Babat, Hadits Fattah". Artinya, Antara daerah Kediri hingga Babat Lamongan, Mbah Wahab menilai bahwa pakarnya adalah Kiai Fattah. Kiai Fattah amat lancar memaknai kitab Hadits Shohih Bukhori, yang lafad-lafad hadits di dalamnya terkenal sulit maknanya
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Setahun setelah Gus Dur tamat dari Madrasah Muallimin, Kiai Fattah menunjuk beliau untuk menjadi direktur Madrasah Muallimin. Tepat pada tahun 1964, masa tempuh Madrasah Muallimin diganti menjadi 6 tahun. Saat itulah Gus Dur membawa perubahan yang baik di Madrasah.
Madrasah Muallimin memiliki ciri belajar gramatika bahasa Arab menggunakan kitab Alfiyah Ibnu Malik. Pelajaran ini sudah ada sejak era Gus Dur hingga saat ini. Hafalan bait-bait Alfiyah bahkan jadi kewajiban bagi santri.
Gus Dur juga merupakan kepala madrasah yang tetap kukuh menambahkan 30 persen pelajaran umum dalam pelajaran Madrasah. Dengan alasan dan tujuan agar Madrasah tidak ketinggalan mengikuti dinamika perkembangan zaman.
Bagi Gus Dur, kurikulum pesantren yang memuat nilai-nilai positif harus terus diajarkan seperti kesederhanaan, kegigihan dalam belajar, kejujuran, berani, dekat dengan masyarakat, dan berpikir mendalam serta meluas.
Disamping sebagai kepala madrasah, Gus Dur juga mengajar dan mengampu pelajaran Bahasa Inggris. Saat mengajar di kelas inilah beliau menemukan cintanya. Karena saat itu salah satu siswinya bernama Sinta Nuriyah yang kelak menjadi istri Gus Dur.
Gus Dur hanya memimpin madrasah selama 2 tahun hingga tahun 1966, karena Gus Dur sendiri melanjutkan belajar di kampus Al-Azhar Mesir. Meskipun sebentar memimpin Madrasah Muallimin, pemikiran Gus Dur masih memberi bekas di Madrasah.
Setelah Gus Dur tidak menjadi pemimpin Madrasah, kendali dipegang oleh kiai Fattah kembali. Pada tahun 1969, ada tawaran dari Menteri Agama, KH Muhammad Dahlan, untuk melakukan perubahan status Madrasah menjadi madrasah negeri. Tawaran tersebut dibawa oleh KH Abdul Wahab Hasbulloh dari Jakarta, dan disampaikan kepada Kiai Fattah Hasyim.
Mendapatkan tawaran tersebut, Kiai Fattah mula-mula kurang setuju. Dengan alasan tawaran tersebut jika diterima, akan menghilangkan jati diri Madrasah dan mengubah kurikulum Madrasah.
Selanjutnya, tawaran tersebut dibawa dalam rapat keluarga Bani Chasbulloh. Di dalam rapat, sebagaian besar keluarga Bani Chasbulloh menyetujui tawaran tersebut. Karena itu, KH Abdul Fattah Hasyim akhirnya menerima keputusan tersebut.
Dengan diterimanya tawaran tersebut, kemudian turun Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor: 23/1969, tanggal 4 Maret 1969, tentang perubahan status Madrasah Muallimin Muallimat, menjadi Madrasah Tsanawiyah Agama Islam Negeri (MTsAIN) untuk kelas 1-3 dan; Madrasah Aliyah Agama Islam Negeri (MAAIN) untuk kelas 4-6.
Kepala MTsAIN dipegang oleh Drs. H. Moh Syamsul Huda dan, Kepala MAAIN dipegang KH Achmad Al Fatih AR. Kurikulum yang digunakan bukan lagi kurikulum yang menggunakan pegangan kitab salaf, tetapi Kurikulum Negeri.
Ketakutan yang dikhawatirkan oleh kiai Fattah pun terjadi meskipun madrasah negeri masih berjalan selama 2 tahun. Pada tahun 1971, Kiai Fattah menghidupkan kembali Madrasah Muallimin yang terpisah dengan MtsAIN dan MAAIN. Dengan tujuan menjaga kurikulum asli Madrasah Muallimin Muallimat.
KHi Ahmad Al Fatich Abdurrahim
Kepala Madrasah setelah pergantian itu adalah KH Ahmad Al-Fatich Abdurrahim merangkap sebagai kepala madrasah MAAIN. Beliau mengorbankan sesuatu yang begitu besar saat diminta Kiai Fattah untuk mengajar di Madrasah Tambakberas. Yakni kesempatan berkuliah di Texas, USA atau di Cairo, Mesir setelah lulus dari bangku perkuliahan di Jogja.
Beliau merupakan pribadi yang tak banyak bicara, tapi tegas dan disiplin. Berwawasan luas dan memiliki analisis yang dalam. Walau sering diam, tetapi saat berbicara intonasi beliau mantap dan dalam.
Saat itulah beliau diminta menata MAAIN dan juga bersamaan dengan menjadi kepala Madrasah Muallimin. Tahun-tahun beliau setelah itu disibukkan dengan menata kedua Madrasah tersebut.
Kiai Fatich membantu Kiai Fattah menata kurikulum yang dulunya hilang karena Madrasah yang berubah menjadi negeri. Beliau juga mengusulkan adanya pelajaran ilmu Balaghoh di Madrasah.
Salah satu kisah beliau saat mengajar di Muallimin adalah kala beliau mengajar kitab Idhotun Nasyiin karya Syaikh al-Gholayayn. Kiai Fatich menyederhanakan kata-kata yang sulit di dalam kitab seperti kata mengkudeta untuk kata ma'zul, progresif untuk kata al-iqdam, dan kata lengah dan waspada untuk kata al-haj'ah wal yaqodzoh.
KH Ach Nashrullah Abdurrahim
Selanjutnya yang menjadi pemimpin Madrasah adalah adik beliau, Kiai Achmad Nashrullah Abdurrahim. Pada tahun 1977, Kiai Nasrulloh diangkat menjadi kepala Madrasah Mualimin.
Pola pemikiran Kiai Nasrul yang paling menonjol dalam kehidupan beliau adalah moderat, salafi modern, dan kepekaan sosial.
Moderat yang dimaksud disini adalah tidak ekstrim. Artinya, memandang suatu masalah yang berkaitan dengan hukum, tidak dikembalikan pada ketentuan fiqih murni saja, tetapi ditujukan kembali pada kaidah-kaidah fiqih yang memperhatikan faktor asal maslahat.
Kiai Nasrul terkenal mengkaji kitab tafsir. Baik di Madrasah maupun di ndalem beliau, pesantren Assaidiyah 1 Tambakberas. Kiai Nasrullah sendiri mengkhatamkan kitab Tafsir Jalalain 7 kali kepada kiai Wahab Hasbullah.
Tahun 1982, Kiai Nashrullah atas restu Kiai Nadjib Wahab, Pengasuh utama Pesantren Tambakberas kala itu, mendirikan Sekolah Persiapan Madrasah Muallimin Muallimat (SP MMA) atau Madrasah Idadiyah Lil Mualllimin Wal Muallimat. Madrasah ini ditempuh dalam 2 (dua) tahun, yang terdiri dari dua kelas, yaitu kelas 1 dan kelas 2.
Madrasah ini didirikan bagi siswa/santri baru lulusan sekolah umum tingkat pertama ke atas yang akan masuk ke Madrasah Muallimin Muallimat. Pada tahun 1992 Madrasah ini berdiri sendiri menjadi Madrasah yang ditempuh selama 5 tahun, dan saat ini menjadi Madrasah Aliyah Idadiyah (MAI) di bawah naungan Yayasan PPBU.
KH Amanullah Abdurrahim
Estafet kepemimpinan madrasah setelah Kiai Nashrullah dilanjutkan oleh adik beliau, KH Amanullah Abdurrahim yang menjabat sebagai kepala madrasah di Muallimin mulai tahun 1983. Beliau merupakan pribadi yang alim.
Beliau merupakan lulusan pesantren Tegalrejo yang berteman dengan Gus Dur. Kiai Aman merupakan seorang kiai yang memilik ciri khas tersendiri, yakni murah senyum, enak diajak bicara dan mudah membuat lawan bicara terkekeh-kekeh. Bahkan, Kiai Aman juga pernah mengatakan joke-joke yang sering dilontarkan Gus Dur ambilnya dari Kiai Aman.
Sepuluh tahun setelah itu, pada tahun 1993, Kiai Aman ditunjuk sebagai kepala MTsN Tambakberas dari tahun 1993 hingga tahun 1998.
KH Abdul Djalil Abdurrohman
Tahun pelajaran 1983/1984 Madrasah Muallimin Muallimat mengikuti akreditasi Madrasah, yang secara formal membagi Madrasah ini menjadi 2 (dua) lembaga, yaitu Madrasah Menengah Pertama (MMP) untuk Kelas 1-3 setingkat Tsanawiyah dan, Madrasah Menengah Atas (MMA) untuk Kelas 4-6 setingkat Aliyah.
Meskipun secara formal Madrasah dibagi menjadi 2 dan bisa mengikuti Ujian Negara, namun dalam praktek sehari-hari yang berjalan adalah Madrasah Muallimin Muallimat 6 tahun (kelas 1-6), yang menggunakan 75% kurikulum muatan pelajaran agama (salaf) dan 25% kurikulum muatan pelajaran umum.
Pada tahun inilah kepemimpinan Madrasah di pegang oleh kiai Abdul Djalil Abdurrahman. Kiai Djalil memang bukan keturunan keluarga Tambakberas, tetapi beliau mengabdikan diri mengajar di Tambakberas hingga akhir hayat beliau.
Hal itu ditandai dengan sumpah beliau kepada kiai Fattah saat pertama kali diajak beliau untuk membantu mengajar di madrasah Muallimin pada awal pendirian madrasah. Beliau mengajar di Muallimin sekitar 48 tahun lamanya.
Kiai Djalil merupakan seorang guru yang alim. Beliau saat menjadi kepala madrasah selalu memperhatikan kedisiplinan dan ketegasan para guru. Beliau selalu menanyakan dimana keberadaan para guru jika ada salah satu dari mereka tidak hadir di Madrasah.
Bahkan di dalam kelas beliau pun seperti itu, selalu menanyakan kehadiran dan absensi siswa-siswanya. Beliau bahkan mengenal satu persatu nama para siswanya di dalam kelas.
Beliau juga sangat piawai mengajar kan ilmu ilmu langka di Madrasah, seperti ilmu Nahwu, Faraidl, Falak, dan Arudl, bahkan dengan kemampuan di luar kepala.
Hal tersebut pun juga menjadi pendorong beliau menulis beberapa kitab penjelasan dari 4 ilmu tersebut dengan tulisan beliau sendiri agar mempermudah belajar para siswanya.
Beliau juga sangat sayang dan perhatian kepada para siswanya. Terbukti saat para siswanya tidak ada yang membawa alat penggaris sama sekali di dalam kelas, beliau saat itu juga membeli penggaris dengan uang beliau sendiri dan dibagikan kepada para siswanya.
Beliau memimpin Madrasah hingga akhir hayat beliau, yakni pada tahun 1998 dan kepala Madrasah di gantikan oleh KH Sulthon Abdul Hadi.
KH Sulthon Abdul Hadi
Kiai Sulthon menetap dan mengabdi di Pondok Pesantren Tambakberas Sejak tahun 1975. Setelah menikah dengan Nyai Muthmainnah, putri Kiai Fattah. Kiai Sulthon adalah alumni Mathaliul Falah Kajen Pati, murid KH Sahal Mahfudz (menantu Kiai Fattah).
Materi Fiqh dan Ushul Fiqh, serta bahasa (Nahwu/Arab dan Inggris) adalah bidang yang digemarinya sejak menjadi santri di pesantren Kajen. Hal ini berlanjut ketika mengajar di Madrasah Muallimin Muallimat Bahrul Ulum.
Beliau sangat sering menyelipkan humor pada saat mengajar di kelas. Bahkan tak jarang para murid beliau hanya mengingat humornya saja.
Tetapi di samping itu, beliau juga merupakan kiai yang kharismatik, alim, dan penuh dengan wibawa. Di dalam kantor Madrasah, beliau selalu duduk menyendiri di kursi pribadi beliau tak menjadi satu dengan para pengajar lain. Hal itu ditujukan agar para pengajar tidak sungkan untuk bersenda gurau dengan pengajar yang lain.
Aktif di Madrasah dan pesantren juga organisasi ditekuni beliau tanpa lelah, bahkan pada tahun 1992, beliau terpilih sebagai Rais Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jombang periode 1992-1997, dan terpilih kembali untuk periode kedua 1997-2002.
Di saat Konferensi Cabang PCNU tahun 2002, beliau tetap dipercaya menjabat sebagai Rais Syuriah PCNU untuk ketiga kalinya. Sosok beliau memang super aktif dan peduli, hingga pada tahun 2005 beliau juga diminta untuk menjadi Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), jabatan yang belum tergantikan sampai beliau wafat.
Karena peraturan tidak boleh ada rangkap jabatan, di saat beliau mengabdikan diri di Partai, maka untuk jabatan sebagai Rais Syuriah PCNU Jombang beliau serahkan kembali dan Wakil Rais, KH Abdul Nasir Abdul Fattah, yang menggantikan sebagai Pelaksana Tugas Rais syuriah PCNU Jombang sampai pelaksanaan Konferensi Cabang berikutnya.
Jasa besar beliau saat menjadi kepala Madrasah, adalah mengadakan temu alumni Akbar 50 tahun Muallimin Muallimat di tahun 2003. dan menghasilkan gedung aula yang besar dari dana sumbangan para alumni yang bertahan hingga sekarang.
KH Abdul Nashir Fattah
Kiai Nashir menjadi kepala madrasah pada tahun 2011. Kiai Nashir sendiri telah mengajar di madrasah sejak tahun 1982. Sepulang dari belajar di Kajen, Sarang dan Mekkah.
Banyak sekali jasa Kiai Nashir bagi Madrasah. Di antaranya adalah, pembangunan gedung baru Madrasah, penambahan program khusus 1A, dan perekrutan guru-guru baru.
Pada Tanggal 18 Agustus 2013, dibuka program kelas khusus kelas 1A. Program dipimpin oleh KH. Lukman Hakim Mahfudz. Program ini diformulasi dengan muatan kurikulum 100% pelajaran agama salaf, yang menerima lulusan dari Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI), selain alumni Madrasah Ibtidaiyah Bahrul Ulum (MI-BU).
Program ini ditempuh selama 1 (satu) tahun penuh, untuk mempersiapkan anak bisa mengikuti kelas 1 (satu) reguler. Pembukaan program khusus kelas 1A ini disambut baik oleh para wali murid, karena dengan waktu yang cukup singkat bisa memberikan perubahan yang cukup siginifikan bagi para siswa untuk nantinya bisa memgikuti pelajarqn di kelas reguler.
Dengan semakin banyaknya siswa baru yang masuk, kebutuhan untuk segera memenuhi sarana dirasakan sangat mendesak. Sarana yang sangat dibutuhkan adalah penambahan ruang kelas baru. Kebutuhan ini dipenuhi dengan mendirikan gedung baru Madrasah Muallimin Muallimat, sekitar 700 meter arah timur dari Gedung lama di dusun Gedang Tambakrejo. Gedung baru terdiri dari 3 blok, yang terdiri dari 39 ruang kelas, ruang kantor dan aula pertemuan.
Sejak tahun pelajaran 2018/2019 untuk pertama kalinya sejak Madrasah didirikan, semua siswa Muallimin dan siswi Muallimat melakukan kegiatan belajar di pagi hari. Semua siswa Muallimin menempati gedung baru di dusun Gedang Tambakrejo, dan siswi Muallimat menempati gedung lama (induk).
Kebijakan masuk pagi bagi semua siswa, baik putra maupun putri mengakibatkan kebutuhan guru yang sangat meningkat. Pada akhirnya, dilakukan perekrutan guru secara besar-besaran di tahun pelajaran yang sama. Dengan tetap memperhatikan kualitas guru yang direkrut.
Kiai Nashir kala sakitnya, tetap mengajar di Madrasah meskipun dengan bantuan kursi roda yang didorong oleh abdi ndalem beliau. Kiai Nashir tetap istiqomah mengajar para siswa, meskipun dalam keadaan sakit dan fisik yang melemah.
Beliau juga tetap memangku dan memimpin Madrasah di tengah kesibukan beliau menjadi pengasuh Pondok Induk dan juga Pesantren Al Fathimiyyah, serta Rais Syuriah PCNU Jombang.
Di dalam NU sendiri, Kiai Nashir berkhidmah sebagai Pengurus Ranting NU Jombang pada tahun 1987/1988. Beliau juga menjadi Sekretaris NU Jombang tahun 1987 pada masa kepemimpinan Kia Nadjib yang hanya bisa beliau jalankan selama 5 bulan karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan.
Kiai Nashir juga masih tercatat sebagai Ketua UPZISNU Ranting NU Tambakrejo Jombang sejak 1997. Di tahun 2005-2007 Kiai Nashir menjadi Pj Rais PCNU Jombang. Selanjutnya, Kiai Nashir dipercaya sebagai Rais PCNU Jombang 2007-2012, 2012-2017 dan 2017-2022. Kemudian menjadi Rais Mandataris Konfercab NU Jombang 2022.
Setelah dirawat sekitar 2 bulan di rumah sakit karena sakit yang diderita beberapa tahun belakangan, Kiai Nashir akhirnya berpulang ke Rahmatullah pada tanggal 28 Agustus 2022.
Keteladanan para Kiai Kepala Madrasah Muallimin Muallimat 6 Tahun Tambakberas telah sampai pada kita, melintasi beberapa generasi. Santri Tambakberas dan siswa siswi Madrasah Muallimin Muallimat harus selalu mengingat dan meneladani perjuangan mereka.
Rahmat Allah turun kala kita mengingat dan meneladani orang-orang Sholih.
Udzkuruu hadiitsas solihiin. Fabidzikrihim tatanazzalur ruhamaat.
Editor: ma