Jalankan Program Kerja, OSIS MMA Siap Laksanakan Bahtsul Masail ke-8
Muallimin Online – Kamis, 20 November 2025, OSIS MMA kembali bersiap menjalankan salah satu program kerja unggulannya, yakni Bahtsul Masail ke-8. Kegiatan rutin yang menjadi ciri khas lingkungan pesantren ini akan menghadirkan suasana ilmiah yang penuh diskusi dan telaah mendalam terhadap persoalan-persoalan aktual keagamaan.
Pada pelaksanaan Bahtsul Masail kali ini, panitia telah menyiapkan dua persoalan (masalah) yang akan dibahtsukan oleh para peserta. Setiap kelas diwajibkan mengirim tiga perwakilan siswa untuk terlibat dalam forum ilmiah tersebut. Tak hanya itu, kegiatan ini juga akan turut mengundang delegasi dari pondok dan OSIS se-Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Kembangkan, sehingga suasana musyawarah dipastikan akan berjalan lebih hidup dan kaya perspektif.
Ketua LBM MMA, Sumasna menyampaikan bahwa Bahtsul Masail ke-8 diharapkan menjadi ajang penguatan tradisi ilmiah di kalangan siswa, sekaligus melatih kemampuan mereka dalam berargumentasi, mengutip referensi kitab, serta memberikan solusi atas persoalan yang dibahas.
Dengan persiapan yang matang, OSIS MMA optimis kegiatan ini dapat berjalan lancar serta memberikan manfaat besar bagi seluruh peserta yang terlibat. Berikut pertanyaan yang akan dibahtsukan pada LBM ke-8 ini :
Deskripsi Masalah:
Setiap awal tahun pelajaran, suasana di bawah naungan Yayasan Sosial At-Tuffah selalu terasa hangat. Para siswa datang dengan semangat baru, menerima perlengkapan belajar yang telah disiapkan lembaga. Di antara perlengkapan itu, terdapat buku tulis resmi yayasan yang menjadi bagian dari administrasi sekolah — bukan sekadar alat tulis, tetapi juga simbol identitas dan nilai yang ingin ditanamkan.
Buku itu tampil rapi dan berkarakter: pada sampulnya terlukis logo yayasan disertai petikan ayat suci Al-Qur’an yang sarat makna. Seolah menjadi pengingat lembut bahwa setiap ilmu yang dicatat hendaknya berpijak pada nilai-nilai Ilahi. Namun, sebagaimana lembaran kertas yang berpindah tangan, tidak semua memahami nilai di balik tulisan itu. Sebagian siswa menerima buku tersebut sebagaimana menerima perlengkapan belajar lain, tanpa banyak mengetahui makna ayat yang tertera di dalamnya.
Di sisi lain, pihak yayasan sebenarnya telah menyiapkan mekanisme pengembalian biaya bagi yang tidak memerlukan buku tersebut. Hanya saja, karena kurangnya penjelasan dan kebiasaan, hal itu jarang dilakukan. Akibatnya, buku tetap diterima oleh seluruh siswa, meski sebagian sudah memiliki buku tulis lain sebagai pilihan pribadi.
Waktu berlalu, buku-buku itu menemani hari-hari belajar. Namun tak jarang, karena padatnya aktivitas dan usia pakai, lembar demi lembar mulai lusuh, robek, atau tersisih. Di titik inilah muncul kegelisahan kecil di hati sebagian pendidik — bukan karena bentuk fisik buku itu, melainkan karena di dalamnya terdapat kalamullah yang seharusnya dijaga kehormatannya.
Sebagian berpendapat, langkah yayasan merupakan bentuk syiar yang indah: menghadirkan ayat Al-Qur’an dalam kehidupan belajar. Namun sebagian lain berpendapat, keindahan itu perlu dibingkai dengan kehati-hatian, agar ayat suci tidak tersentuh oleh kelalaian yang tidak disengaja.
Suatu hari, ada seorang santri—sebut saja Rozi—yang hendak mandi. Karena kamar mandi umum biasanya cukup ramai, ia memutuskan untuk mengantre dari kamar terlebih
dahulu. Saat itu, ia melihat temannya, Rafly, tengah membawa peralatan mandi menuju kamar mandi. Rozi pun berkata, “Saya mandi setelah kamu, ya.” Rafly mengiyakan permintaan tersebut.
Sesampainya di kamar mandi, ternyata sudah ada dua orang yang mengantre sebelum Rafly. Tak lama kemudian, datanglah Husni dan meletakkan gayungnya setelah Rafly, dengan tujuan untuk mandi junub. Waktu berlalu, dan tibalah giliran Husni untuk mandi. Namun, sebelum ia masuk, Rozi datang dari kamar dengan keyakinan bahwa ia telah memesan antrean |8 sebelumnya lewat Rafly. Terjadilah adu mulut antara Rozi dan Husni, karena masing-masing merasa berhak untuk mandi lebih dulu. husni bersikeras bahwa ia datang lebih awal dan hendak mandi junub, sehingga merasa lebih berhak atas giliran tersebut. Setelah Rafly selesai mandi, Rozi tetap ngotot ingin masuk lebih dulu karena sudah ngantri dari kamar, sementara Husni merasa dirinya yang lebih pantas karena sudah antre secara fisik dengan datang langsung ke kamar mandi.
Pertanyaan :
