Pada saat menjabat sebagai Rais Syuriah untuk masa khidmat 2007-2012, KH Abdul Nashir Fattah menggagas satu forum ilmiah yang mendiskusikan tentang konsep Islam yang ramah, yang sesuai dengan konteks Indonesia dalam menghadapi berbagai isu-isu mutakhir yang dihadapi umat Islam dan umat manusia secara umum.
Gagasan ini muncul di pertengahan tahun 2011. Tentu jauh sebelum gagasan Islam Nusantara yang menjadi tema utama Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama di Jombang pada tahun 2015, dan gagasan Islam Rahmah, yang dilontarkan KH Yahya Staquf di hadapan pemeluk Yahudi.
Saat itu, bagi Kiai Nashir, hanya berfikir bagaimana kita Nahdlatul Ulama memberikan sumbangsih bagi upaya perdamaian dunia dan upaya menangkal radikalisme dan ekstrimisme yang berdasarkan agama, dengan menjadikan Islam sebagai titik pangkalnya.
Karena itu, harus dicari sumber-sumber dan gagasan yang ada di dalam Islam sendiri untuk dikembangkan. Karena Islam sendiri, sesuai dengan namanya, adalah ajaran yang berisi perdamaian.
Untuk merumuskan gagasan tersebut menjadi sebuah konsep yang bisa memberi sumbangsih bagi upaya perdamaian dan kesejahteraan, Kiai Nashir mengumpulkan anak-anak muda Nahdlatul Ulama, baik yang menekuni bidang keagamaan, sosial, budaya maupun politik. Jadi tidak hanya Kiai Muda yang diminta Kiai Nashir untuk merumuskan konsep tersebut, tetapi juga anak muda NU yang menjadi aktifis sosial, akademisi dan politisi muda.
Tujuan Kiai Nashir, dengan ini, tidak sekedar merumuskan konsep, tetapi juga sebagai upaya mengumpulkan sumberdaya manusia Nahdlatul Ulama, terutama yang muda-muda, dari berbagai latar belakang, untuk secara bersama-sama turut memikirkan Nahdlatul Ulama secara khusus, dan memikirkan bangsa secara umum.
Karena dalam kurun sebelumnya, hampir tidak ada anak-anak muda NU yang aktif di luar sebagai aktifis sosial, bisa berkiprah di dalam Nahdlatul Ulama. Selama itu, seolah-olah anak-anak muda NU yang aktif berkegiatan di luar NU, tidak mendapatkan tempat.
Melalui rangkaian kegiatan untuk merumuskan konsep Islam Rahmatan Lil Alamin ini, Kiai Nashir, dengan langsung turun sendiri, berupaya mengkombinasikan pemikiran anak muda NU yang aktif di Pesantren sebagai Kiai Muda, dengan anak muda NU yang aktif di luar NU, dan memiliki kecenderungan berfikir lebih terbuka/bebas.
Hasil dari rangakaian kegiatan yang cukup panjang, yang diawali dengan halaqoh-halaqoh yang mendatangkan beberapa tokoh, baik dari lingkungan NU dan dari luar NU, disambung dengan focus grup discussion (FGD) dan beberapa kali peetemuan tim perumus, akhirnya konsep tentang Islam rahmatan lil alamin, bisa dikumpulkan dalam sebuah buku dan diterbitkan. Buku yang selanjutnya menjadi pedoman dan kajian di internal NU Jombang tersebut diberi judul Menjadi Muslim Marhamah, yang berarti menjadi orang Islam yang penuh kasih.
Hasil lebih jauh yang dirasakan, sebagai dampak dari pelibatan anak-anak muda NU dari berbagai latar belakang tersebut, dalam periode selanjutnya, dimana Kiai Nashir masih terpilih sebagai Rais Syuriah (sampai masa hidmat 2017-2022), banyak diisi anak-anak muda NU, yang memiliki keterampilan tidak hanya dalam bidang keagamaan, tetapi juga diisi oleh anak-anak NU yang memiliki keterampilan dalam pengorganisasian dan manajemen organisasi, serta bidang ekonomi.
Hal ini tentu berdampak pada pengembangan jamiyah NU Jombang secara luas. Secara manajerial, jamiyah NU Jombang memiliki sistem perencanaan, monitoring dan evaluasi yang cukup baik. Dari sini, upaya pengembangan program dan kegiatan bisa berjalan lebih baik dan terencana, baik dalam bidang keagamaan, sosial-budaya, ekonomi dan politik. (ma)