Muallimin Online,
Setiap tahun Madrasah Muallimin Muallimat (MMA) selalu mengadakan beberapa acara rutinan. Salah satunya adalah Bedah Kitab. Acara ini secara khusus diadakan oleh Divisi Pendidikan OSIS MMA, pada penghujung Semester, tepatnya pada Jum'at (01/11/2019), yang dikoordinir Anis Sholikhah, salah satu anggota Pendidikan OSIS MMA. Pembedah Kitab kali ini dilakukan oleh Agus Muhammad Fathoni Zain, dengan objek kitab al Tahrir Bi Syarhi Tuhfatut Thullab, dengan tema "Keprioritasan Sebagai Kesempurnaan Dimasa Uji".
Dari tema tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam naungan Madrasah, kita dibimbing untuk kelak memberi secercah penyempurna bagi dunia yang mulai lebur, dengan mempelajari serta mendalami banyak sekali fan ilmu yang diperantarai melalui para Guru yang juga nantinya diamalkan kepoda masyarakat.
Mengapa memilih kitab tersebur? Karena Kitab ini adalah salah satu kitab yang menjadi bahan dalam ujian membaca lisan membaca kitab, khususnya untuk kelas 4-6. Dari para Guru-pun banyak yang mengusulkan untuk mengkaji kitab tersebut. Nah, pada acara Bedah Kitab di tahun 2019 ini, ada 2 hal yang menjadi pembeda dari tahun-tahun sebelumulnya, yakni kuota peserta terbatas. Sedangkan khusus untuk siswi MMA, sebanyak 250 siswi tanpa dipungut biaya sepersen. Panitia juga membuka kuota khusus bagi putri yang dibuka untuk umum dengan kuota sebanyak 100 orang.
Peserta tahun ini bisa dikatakan sangat membeludak. Hal ini karena adanya pembatasan kuota, sehingga siswi-siswi MMA berbondong-bondong berebut tiket kuota untuk mengikuti acara tersebut. Mereka sangat antusias untuk mengikuti bedah kitab kali ini.
Dalam pemaparannya, Gus Toni menjelaskan tentang biografi mushanif (prngarang) kitab, juga tentang cara mempelajarinya. Menurut Gus Toni, Syaikh Zakariya al-Anshori adalah salah satu imam besar yang memiliki banyak karya. Hal ini bisa dilihat dari gelar yang beliau miliki, yakni gelar Syaikhul Islam yang terletak sebelum nama aslinya.
Gus Toni juga memberi pengarahan tentang cara mempelajari kitab ini, yakni dengan lebih memahami makna konstektualnya dibanding tekstualnya. Memahami makna kontekstual disini adalah dengan cara melihat keadaan yang ada.
Seperti persoalan hukum yang menjelaskan tentang lebih baiknya seorang wanita yang berdiam diri di rumah daripada keluar rumah. Kenapa ada redaksi seperi itu? Karena hal tersebut dinilai kurang baik dan berbahaya pada zamannya. Jika dulu wanita tidak diperkenankan keluar rumah, lalu bagaimana dengan wanita karier saat ini yang memenuhi kebutuhannya harus dengan cara keluar dari rumah? Nah, disini baiknya kita lebih melihat pada keadaan yang ada di zaman sekarang. Bukan malah melulu mengikuti hukum lama sebagai hukum untuk seterusnya. Sebab ilmu figh itu ilmu yang dinamis atau berkembang, maka tak heran jika semakin hari semakin berkembang persoalan-persoalan yang perlu dimusawarahkan.
Setelah penjelasan Gus Toni usai, ada sesi tanya jawab. Salah satu peserta mengajukan pertanyaan:
"Mengapa kitab ini diujikan? Sedangkan diajar pun tidak. Menjawab pertanyaan tersebut, Gus Toni menyampaikan bahwa, kita untung hanya dituntut untuk memelajari satu kitab saja secara otodidak agar kalian memiliki target, sehingga bisa bersungguh-sungguh dalam belajar".
Lalu peserta lain melemparkan sebuah pertanyaan lain, bagaimana cara belajar yang benar? Sedangkan seringkali kita menemukan kesulitan yang membuat ragu dalam memutuskan kebenaran.
Kemudian tanggapan sekaligus pesan yang disampaikan oleh Gus Toni kepada seluruh peserta ialah "Wes, teko ndelok opo sing dilakoni kyaimu ae, terus mengaplikasikannya dalam pembelajaran. (Ajee-Red/48)