Barangkali tak sedikit yang tahu, orang-orang "besar" dan "sukses" itu bukan melalui sebuah proses yang tiba-tiba terjadi, juga bukan karena mewarisi kebesaran dan kesuksesan orang tuanya. Orang yang luar biasa bisa saja dilahirkan dari rahim orang yang “tampak biasa” saja. begitu juga sebaliknya.
Kesuksesan, disamping adalah hasil dari usaha, ketekunan dan kemauan yang kuat juga dipengaruhi oleh factor dari luar yang mempunyai benang merah bagi kesinambungan proses menuju sukses itu sendiri. "Anak yang disenangi orang tuanya adalah kandidat orang sukses.
Anak yang tidak disenangi orang tuanya adalah kandidat orang "sial". Sebab diridloi orang tua bermakna diridloi Tuhan dan dimurkai orang tua bermakna dimurkai Tuhan.
Tidak sedikit dari orang tua yang merasa kesal dengan tingkah laku anaknya yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan dan harapkan. Ironisnya, bibit kekesalan itu tidak segera dibuang jauh-jauh hingga berlarut menjadi menjadi sebuah kebencian.
Suatu ketika ada orang tua santri yang saat datang mengantarkan anaknya ke pondok, dengan mimim wajah putus asa ia mengeluhkan anaknya, "Saya pasrahkan anak saya ke njenengan, Kiai. Saya sumpek kalau anak saya di rumah. Nakalnya minta ampun... Saya sudah putus asa. Ia tidak bisa diatur". "Lho, Pak... Bagaimana anak sampean bisa menjadi baik kalau sampean sendiri sudah kehilangan harapan terhadap anak untuk menjadi baik?, sebenarnya tidak ada yang nakal, yang ada itu anak yang masih berproses untuk menjadi baik." jawab saya sambil menyulut sebatang rokok. Salah satu guru saya pernah mengingatkan pada suatu kesempatan, "Kalau kamu mendapati anak atau muridmu jadi bandel, jangan langsung salahkan dia. Tanyakan dulu pada dirimu sendiri. Bisa jadi penyebab atau kesalahan itu ada pada dirimu sendiri.
Ketidak ridloanmu terhadap anak atau muridmu akan menjadi hijab (penghalang) bagi hatinya untuk memperoleh hidayah Allah. Juga jangan pernah sekali-kali mengatai anak atau muridmu dengan perkataan yang jelek, Karena itu akan menjadi doa jelek baginya," _Wallahu A'lam_