Tulisan ini penulis buat dalam rangka memperingati hari lahirnya manusia teragung dan termulia, yakni Nabi Muhammad Saw. yang bertepatan dengan tanggal 12 Rabi’ul Awwal. Pertama-tama menjadi penting untuk membahas terkait penamaan yang beliau sandang sejak kecil. Nama yang populer disandang oleh Nabi Muhammad Saw adalah Ahmad dan Muhammad. Dalam kitab Al-Mufraadaat fi Ghariib Al-Qur’an dijelaskan bahwa lafazh حمد cakupannya lebih khusus daripada lafazh مدح dan lebih umum daripada lafazh شكر . Lafazh مدح lebih banyak berarti pujian atas sesuatu yang sifatnya adalah hasil usahanya sendiri dan juga atas sesuatu yang sifatnya adalah pengaturan langsung dari Allah Swt. Sehingga apabila ada yang memuji atas kedermawanan seseorang atas harta atau kerupawanannya maka ia layak dipuji dengan lafazh مدح. Lafazh حمد lebih khusus mendekati pada makna yang kedua, yakni kepada pujian atas sesuatu yang sifatnya adalah pengaturan langsung dari Allah Swt, maka bisa dikatakan yang layak menyematkan pujian menggunakan lafazh حمد hanyalah Allah Swt. Sedangkan lafazh شكر berarti pujian dalam bentuk apapun yang sifatnya adalah timbal balik atas kenikmatan yang diberikan oleh Allah Swt. Seseorang dikatakan bersyukur apabila ia mau memperdayagunakan nikmat dengan sebaik-baiknya.
Sebagaimana yang umum diketahui, penyebutan nama Muhammad adalah berarti orang yang banyak terpuji perilakunya. Sedangkan kata Ahmad mempunyai bahasan sendiri yang akan coba penulis uraikan dalam tulisan ini, secara eksplisit kata Ahmad tertera dalam surat Ash-Shaff ayat 6:
وَمُبَشِّرًاۢ بِرَسُوْلٍ يَّأْتِيْ مِنْۢ بَعْدِى اسْمُهٗٓ اَحْمَدُۗ
Artinya: “Dan memberi kabar gembira tentang seorang utusan Allah yang akan datang setelahku yang namanya Ahmad (Nabi Muhammad).”
Pendapat yang mengatakan bahwa nama Ahmad yang selama ini diidentikan sebagai bentuk isim ghairu munsharif (isim yang tidak bertanwin) dengan ilat wazan fi’il (perubahan bentuk kalimat) dan ‘alamiyyah (nama sesuatu) memanglah benar. Namun, mari kita selami lebih dalam agar kata Ahmad tersebut menjadi lebih bermakna. Perlu diketahui kata Ahmad juga mengikuti pola shighat tafdhil (makna superlatif atau komparatif) dalam bahasa Arab sehingga ia bisa diartikan yang paling terpuji.
Begitu banyak argumen yang bisa digunakan guna menguatkan makna di atas. Dalam hal ini penulis akan menyebutkan salah satu sifat Nabi Muhammad Saw. yang oleh kitab Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah sebagai Al-Futuwah. Al-Futuwah diartikan sebagai sifat seorang hamba yang bersegera mendahalukan kepentingan orang lain yang selama ini berada di pihaknya, dalam versi terjemahannya Al-Futuwah ini diartikan sebagai sifat perwira. Dijelaskan dalam kitab yang sama bahwa Nabi Muhammad Saw. tidak sampai hati dan merasa berkepentingan dengan mengatakan ‘Ummatii, ummatii, ummatii...’ ketika para nabi lain mengatakan ‘Nafsii, nafsii, nafsii...’. Hal ini menunjukan bahwa umat yang selama ini berada di pihak beliau harus selalu bersama-sama dengan beliau hingga masuk ke surga Allah Swt.
Secara rinci kisah tersebut dikutip oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Nabi Saw. berikrar bahwa beliau adalah pemimpin manusia pada hari kiamat. Diceritakan kelak di hari itu, Allah Swt. akan mengumpulkan semua manusia dari yang pertama hingga yang akhir dalam satu tanah lapang. Di antara mereka ada beberapa orang yang begitu gundah gulana lalu mencoba cari pertolongan dengan cara meminta syafa’at kepada para nabi. Lalu secara berurutan, mulai Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan Nabi Isa, semuanya menolak dengan alasan bahwa pada hari itu Allah Swt. sudah menyelesaikan segala urusan dan tidak ada lagi kemurahan yang diberikan. Mereka semua mengatakan bahwa Allah Swt. yang mereka lihat saat itu bukanlah Allah Swt. yang sebagaimana biasanya mereka lihat sebab kekuasaan-Nya yang absolut pada saat itu.
Opsi terakhir yang disarankan adalah meminta syafa’at kepada Nabi Muhammad Saw. Tahu apa yang dilakukan oleh beliau saat itu? Beliau langsung bersimpuh dan tersungkur di bawah ‘arsy hingga kemudian Allah Swt. kemudian mengajarkan pujian dan sanjungan yang tidak pernah beliau terima. Selepas melantunkan pujian dan sanjungan tersebut dalam keadaan bersujud, Allah Swt. lalu meminta beliau untuk mengangkat kepalanya dan menawarkan kepada belaiu untuk memberikan syafa’at kepada siapapun yang beliau kehendaki. Tahu apa jawabannya beliau saat itu? Umatku, umatku, umatku. Ringkas cerita, akhirnya semua umat Nabi Muhammad Saw. masuk surga melalui pintu-pintu yang terbuka lebar. Dalam bahasa Raghib Al-Ashfihani dikatakan فمحمد أحمد من غيرهم (Muhammad adalah yang paling banyak dan baik pujiannya daripada nabi-nabi yang lain).
اللهم صل على سيدنا محمد
Penulis : Robi Pebrian