Pada suatu waktu, seorang anak kelas 1A Madrasah Muallimin Muallimat 6 Tahun Bahrul Ulum diminta untuk mentashrif ishthilahy beberapa kalimat (kata) dalam Bahasa Arab. Sebut saja namanya Muhammad Fadli.
Fadli sebelum mondok di Pondok Induk Bahrul Ulum Tambakberas, dan menempuh sekolah di Madrasah Muallimin adalah siswa lulusan sebuah Sekolah Dasar di Malang. Orang tuanya bukanlah alumni pesantren, tetapi mempunyai keinginan kuat agar putranya bisa mengaji kitab kuning sekaligus juga tidak ketinggalan belajar ilmu-ilmu umum (Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dan lain-lain).
Syarat masuk di Madrasah Muallimin yang memiliki jenjang kelas 6 tahun, selalu berdasarkan hasil tes masuk, tidak semata-mata berdasarkan Ijazah. Syarat Ijazah hanyalah sebagai pelengkap. Bagi siswa setingkat SD/MI yang berasal dari sekolah di luar lingkungan Bahrul Ulum, jika tidak mampu tes kelas 1 reguler, maka bisa masuk ke program khusus kelas 1A. Dari kelas 1A selanjutnya akan naik ke kelas 1 reguler, terus berlanjut sampai kelas 6.
Karena itu, Fadli yang lulusan dari SD di luar Bahrul Ulum masuk di kelas 1A. Selama satu tahun Fadli harus menempuh pelajaran ilmu agama salaf 100%. Tidak ada pelajaran umum. Mulai dari bagaimana mengenal dan merangkai huruf Arab (Tahaji), dikte Arab (Imla'), sampai belajar tata Bahasa Arab dasar (Nahwu dan Shorof). Baru nanti ketika naik kelas 1 reguler, Fadli akan mendapat tambahan pelajaran umum 20%.
Salah satu pelajaran penting di kelas 1A adalah ilmu Shorof. Ilmu yang mempelajari tentang perubahan kalimat dalam bahasa Arab. Ilmu ini sangat penting, karena seorang Fadli tidak akan pernah bisa membaca kitab kuning gundul (tanpa harokah) jika tidak bisa menghafal dan mengerti perubahan-perubahan kalimat dalam ilmu Shorof.
Perubahan kalimat dalam ilmu Shorof dilalui melalui dua cara, yaitu dengan perubahan isthilahy dan perubahan lughowy. Perubahan istilahy adalah perubahan format (shighot) satu kalimat/kata, dimulai dari kata kerja bentuk lampau, sekarang dan mendatang, mashdar (perbuatan), subyek, obyek, kata perintah dan larangan, menunjuk waktu dan tempat serta menunjuk sebagai instrumen.
Sedangkan perubahan lughowy adalah perubahan masing-masing format tadi terkait dengan bilangan subyek, obyek, pekerjaan, waktu, tempat dan alat, yang dalam bahasa Arab terbagi tiga: tunggal, dua dan jamak (beda dengan Bahasa Inggris yang hanya mengenal tunggal dan jamak).
Kitab pegangan ilmu Shorof yang digunakan di kelas 1A, dan selalu dibawa Fadli kemanapun pergi adalah Kitab legenda dan dipelajari hampir di semua Pondok Pesantren, yaitu al Amtsilah al Tashrifiyah karangan kiyai Jombang, KH Makshum Ali.
Fadli harus hafal isi kitab itu, dan tidak cukup hafal, tetapi juga harus paham isinya, jika dia punya mimpi bisa membaca kitab kuning gundul tanpa harokah.
Dalam kitab tersebut ada banyak wazan (pattern) dalam kata bahasa Arab. Bab pertama adalah wazan fa'ala - yaf'ulu - fa'lan. Salah satu kata yang mengikuti wazan ini adalah kata kafaro - yakfuru - kufron.
Kafaro adalah fi'il madli (kata kerja lampau), yakfuru (kata kerja sekarang dan akan datang) dan, kufron adalah isim mashdar (kata yang menunjuk perbuatan tanpa disertai waktu). Isim mashdar banyak tidak mengikuti wazan-nya. Makanya kemudian tidak dibaca kafron sesuai wazan fa'lan. Tetapi dibaca kufron. Merapal perubahan-perubahan kata/kalimat ini dalam dunia pesantren diamakan "menashrif".
Fadli yang sekarang sudah hafal bab pertama dalam kitab ilmu Shorof tersebut, mungkin akan kebingungan saat melihat seorang wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI)، Tengku Zulkarnain, mentashrif kata/kalimat isim mashdar kufron dengan kafaro - yukaffiru - kufron.
Karena sepengetahuan Fadli yang sekarang pelajarannya sudah melewati bab tsulasti mazid ruba'i, kalau fil mudlori' yukaffiru itu fiil madli-nya adalah kaffaro, bukan kafaro, dan mashdar-nya takfiron, bukan kufron. (ma)