KH.M. Sulthon Abdul Hadi lahir di desa Bangsri, Jepara, Jawa Tengah pada tahun 1951. Masa kecilnya dihabiskan dengan mengaji Alquran dan belajar agama di desanya. Selanjutnya beliau belajar di Pesantren Kajen Pati, dan mengenyam pendidikan di Perguruan Islam Mathali'ul Falah (PIM) Kajen Pati Jawa tengah dibawah bimbingan KH. M.A. Sahal Mahfudh.
Kiyai Sulthon termasuk sosok yang supel, cerdas, alim dan humoris. Kemahirannya dalam menguasai bahasa asing dan kitab kuning sudah banyak orang mengetahuinya. Usai menyelesaikan belajar, beliau diangkat menjadi guru di PIM oleh Kiyai Sahal. Namun pengabdiannya di PIM tidak berlangsung lama. Pada tahun 1975, saat usia 24 tahun, beliau diambil menantu oleh KH. Abdul Fattah Hasyim Tambakberas Jombang, mendapatkan Muthmainah, adiknya Nyai Hj. Nafisah, istri KH. M.A. Sahal Mahfudh.
Setelah menikah, Kiyai Sulthon menetap dan mengabdi di Pondok Pesantren Tambakberas, mendapat tugas mengajar di Madrasah Muallimin Muallimat Bahrul Ulum dan mbalah (mengaji) kitab kuning di pesantren. Materi Fiqh dan Ushul Fiqh, serta bahasa (Nahwu/Arab dan Inggris) adalah bidang yang digemarinya sejak menjadi santri di pesantren dan, berlanjut ketika mengajar di Madrasah Muallimin Muallimat Bahrul Ulum.
Saat mengaji kitab kuning atau saat mengajar di kelas, meskipun pelajaran yang diampu termasuk pelajaran berat, tetapi Kiyai Sulthon mampu menyampaikan dengan penuh humor. Bahkan yang banyak dikenang dari Kiyai Sulthon adalah humornya saat menyampaikan materi-materi pelajaran yang berat.
Di luar aktifitasnya sebagai pengajar dan pendidik, Kiyai Sulthon juga aktif di organisasi dan menjadi muballigh. Saat aktif di organisasi, beliau mampu memberi teladan dan menginspirasi, dan saat menjadi seorang muballigh, beliau mampu menyampaikan pesan secara runtut dan sistematis serta, tak jarang sisipan humor mewarnai setiap kali berceramah di panggung.
Ketekunan Kiyai Sulthon dalam mengajar dan mendidik menjadikan beliau mendapat amanah yang lebih besar. Pada tahun 1980 beliau diminta oleh beberapa wali santri untuk membina dan mengasuh santri-santri kecil di ndalem (rumah) beliau. Hingga akhirnya di tahun 1981 berdirilah ribath Al-Hikmah, yang khusus mendidik santri kecil. Kesibukan beliau tentu bertambah, namun demikan, aktifitas mengajar, baik madrasah maupaun pesantren tetap menjadi konsentrasi beliau.
Aktif di madrasah dan pesantren juga organisasi ditekuni beliau tanpa lelah, bahkan pda tahun 1992, beliau terpilih sebagai Rais Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) jombang periode 1992-1997, dan terpilih kembali untuk periode kedua 1997-2002. Ditengah jabatan beliau sebagai Rais Syuriah, beliau juga diminta untuk menjadi Kepala Madrasah Muallimin Muallimat Bahrul Ulum pada tahun 1999, menggantikan KH. Abdul Jalil yang meninggal dunia setahun sebelumnya. Jabatan tersebut berlangsung hingga tahun 2010.
Di saat Konferensi Cabang PCNU tahun 2002, beliau tetap dipercaya menjabat sebagai Rais Syuriah PCNU untuk ketiga kalinya. Sosok beliau memang super aktif dan peduli, hingga pada tahun 2005 beliau juga diminta untuk menjadi Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), jabatan yang belum tergantikan sampai beliau wafat. Karena peraturan tidak boleh ada rangkap jabatan, di saat beliau mengabdikan diri di Partai, maka untuk jabatan sebagai Rais Syuriah PCNU Jombang beliau serahkan kembali dan sebagai Pelaksana Tugas untuk menggantikan disepakati, Wakil Rais yang dijabat KH. Abdul Nasir Abdul Fattah yang menggantikan sebagai Pelaksana Tugas Rais syuriah PCNU Jombang sampai pelaksanaan Konferensi Cabang berikutnya.
KH. M. Sulthon Abdul Hadi, sosok yang tak pernah lelah mengabdi. Sampai sebelum beliau masuk Rumah Sakit Saiful Anwar Malang pada tanggal 6 Oktober 2018, beliau tetap aktif mengajar. Pelajaran penting yang bisa diambil dari beliau dalam mengabdi di Madrasah adalah selalu aktif mengajar dan hampir tidak pernah absen. Beliau selalu mengajak kepada guru-guru yang lebih muda untuk selalu aktif dan tidak absen dalam mengajar. Beliau selalu menyampaikan setiap datang di Madarsah, "Mari kita bertugas", yang disampaikan dengan mimik penuh canda.
Kamis, 22 November 2018 pukul 15.00 WIB, beliau dipanggil oleh Allah SWT di RS Saiful Anwar Malang, setelah mendapat perawatan karena masalah perut. Wafatnya beliau menyusul wafatnya sang istri, Hj Muthmainnah Fattah, 5 (lima) bulan yang lalu, tepatnya 23 juni 2018, dalam usia 68 tahun. (tambakberas[dot]com/azam khoiruman najib/ma)